DENPASAR – Untuk menghentikan Joged jaruh sebenarnya sangat mudah asal ada political will dari pemerintah, baik itu gubernur, bupati maupun walikota. Panggil semua Sekeha Joged bumbung yang ada di seluruh Bali. Berikan arahan dan perintahkan stop Joged jaruh dan porno, sampaikan sanksi jika melanggar. Gubernur membuat instruksi gubernur dan bupati/walikota menidaklanjuti ke bawah dengan seluruh jajaran. Libatkan semua perangkat terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, MDA, PHDI, Organisasi Kemasyarakatan yang concern terhadap isu ini. Demikian dinyatakan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali (AMPB) yang juga Ketua Umum DPP Nawa Cita Pariwisata Indonesia (NCPI), Dr. Gusti Kade Sutawa, S.E, M.M, MBA, Minggu, 28 Juli 2024.
“Kalau semua stakeholders bergerak, saya yakin dengan cepat bisa diatasi” ujarnya. Dari aspek hukum sudah jelas bahwa Joged jaruh ini melawan hukum yaitu undang-undang pornografi dan pornoaksi. Jadi bisa ditindak semua pelaku aksi pornografi ini dari Sekeha Joged sampai jogednya. Warisan seni budaya yang adiluhung yang membuat wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara mengagumi Bali. Jangan sampai citra Bali ini dihancurkan oleh orang Bali sendiri. “Mari kita selamatkan seni budaya Bali terutama Joged Bumbung agar tetap lestari, tidak terdegradasi karena ulah orang Bali (Tarian Joged jaruh).
Orang di Bali Mestinya Mampu Menjaga Kelestarian Joged Bungbung
Jro Mangku Wira Adnyana di Papua menyatakan, sebenarnya Joged Bungbung sebagai hiburan masyarakat Bali sangat bagus jika dilestarikan. Namun, celakanya, seiring perkembangan teknologi yang semakin modern saat ini, sebagian pertunjukan Joged tidak lagi mengikuti pakem tari Joged bungbung dengan berkembangnya Joged Jaruh (porno) semata-mata demi popularitas dan motif ekonomi.
Menurutnya, menampilan Joged jaruh itu merusak citra Joged bumbung yang harusnya diwariskan agar citranya tetap bagus. “Saya sebagai orang Bali yang tinggal di luar Bali dengan kekayaan seni budayanya harusnya mampu menjaga memelihara dan mengawasi perkembangan seni Tari Joged Bungbung agar tetap metaksu sehingga kemudian bisa dipentaskan oleh masyarakat di luar Bali” ujar Jro Mangku Wira Adnyana.
Malu Dengar Komentar Orang Luar Bali tentang Joged Jaruh
Suantika, seorang warga Bali yang tinggal menetap di Kota Palu, Sulawesi Tengah mengaku malu mendengar komentar masyarat non-Hindu di daerahnya tentang Joged jaruh. “Maaf, bagi kami Joged jaruh itu sangat memalukan, apalagi kami yang domisili di luar Pulau Bali selalu dicemoh dan kadang mereka sangkut-pautkan dengan Agama (Hindu). Di daerah kami Utama Pura Kota Palu pernah ada pertunjukan Joged (sebelumya saya kira Joged biasa), namun di pertengahan pentas sudah diberhentikan oleh panitia karena dianggap sudah porno aksi (Jaruh). Ia bersyukur, panitia bergerak sigap. Kalau tidak, maka ia tak bisa membayangkan seperti apa komentar masyarakat di wilayahnya. Suantika pun heran, kenapa di Bali justru dibiarkan. “Bukankah lama-lama bisa merusak citra Joged Bumbung dan citra Bali?” tanyanya (ram).