DENPASAR – Bidang Reskrimsus Polda Bali dan PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Bali, sepakat bekerjasama dan bersinergi dalam mengemban tugas masing-masing yang saling berkaitan. Krimsus Polda Bali misalnya, menangani penegakan hukum termasuk yang bersinggungan dengan tugas PHDI. Komitmen itu tercetus dalam audiensi, Rabu (3/5/2023), di Markas Reskrimsus Polda Bali.
Tugas Krimsus Polda Bali yang bersinggungan dengan tugas PHDI seperti adanya pelecehan Pura dan simbol-simbol suci Hindu di antaranya, peristiwa wisatawan asing yang berfoto bugil di pohon suci ‘’kayu putih’’ Desa Tua, Kecamatan Marga; wisatawan yang menggunggah videonya menaiki Padmasana, sampai adanya pemandu wisata yang diduga tidak memiliki lisensi dari lembaga yang berwenang, sehingga keliru memberikan keterangan kepada wisatawan, termasuk tidak memberikan informasi tentang apa yang dilarang di tempat-tempat suci Hindu, yang selama ini dikunjungi sebagai daya tarik wisata.
Jajaran pengurus PHDI Bali diterima oleh Reskrimsus Polda Bali diterima Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra S.IK, M.H, didampingi AKBP Nanang Triasmoko dan AKBP Gusti Ayu Suinaci. Sementara dari PHDI Bali hadir Sekretaris Putu Wirata Dwikora, S.H, Wakil Ketua Made Bandem Dananjaya, S.H, M.H dan Nyoman Iwan Pranajaya dan Tim Hukum I Ketut Artana, S.H, M.H.
Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora menjelaskan, selama ini sinergi PHDI Bali dan jajarannya dengan Polda Bali sudah berlangsung baik. Di antaranya diminta hadir dan memberi keterangan sebagai ahli dalam kasus-kasus dugaan pidana penodaan Agama Hindu, maupun kasus-kasus bernuansa keagamaan. PHDI Bali bahkan sudah bekerjasama dalam seminar tentang LPD (Lembaga Perkreditan Desa), yang menghadirkan sejumlah narasumber dari Polda Bali, Kejaksaan Tinggi Bali, Pengadilan Tinggi Bali, Komisi III DPR RI Wayan Sudirta, S.H, mantan Hakim Konstitusi Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H, M.Hum, ahli akuntansi Prof. Ramantha, S.E, dan Ketua BKS LPD Bali, Nyoman Tjendikiawan.
Paska seminar terbuka tersebut, jelas Suinacii, sudah ada perubahan pendekatan penanganan kasus-kasus LPD. Konstruksi hukumnya dibidik dengan UU Tipikor dilapis KUHP, dan dalam Putusan Majelis Hakim, arahnya bahwa dugaan kerugian negara dari kerugian LPD dikembalikan ke kas negara/Cq LPD. Putusannya yang telah berkekuatan hukum tetap dapat diunduh dari portal Mahkamah Agung.
PHDI Bali mengapresiasi pendekatan penyidikan kasus-kasus LPD yang melapisi UU Tipikor dengan KUHP, dan setuju bahwa pelaku tindak pidana dalam LPD dijatuhi hukuman yang setimpal. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah ‘’asset recovery’’ dari kerugian LPD agar dapat dikembalikan ke para nasabah, karena nyatanya walaupun di awal ada penyertaan dana APBD ke Desa Adat dengan besaran bervariasi antara Rp 5 juta sampai Rp 50 juta, ketika simpanan nasabah berkembang sampai menjadi Rp 150 miliar lebih, jelas sebagian besar diluar Rp 50 juta tersebut bukanlah keuangan negara, tetapi dana-dana simpanan nasabah.
‘’Kami sangat menghargai pendekatan penanganan kasus-kasus LPD di Bali ini, yang mengakomodasi berbagai masukan dan tetap menghormati proses penanganan oleh Kepolisian maupun Kejaksaan,’’ imbuh Putu Wirata.
Khusus mengenai tindak lanjut permasalahan seperti maraknya pelecehan simbol-simbol suci Hindu yang tertransmisikan di media digital, sampai permasalahan pemandu wisata yang tidak profesional dan mis-informasi kepada wisatawan, PHDI Bali siap menginisiasi suatu rapat koordinasi bersama dengan dinas dan lembaga terkait, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Dinas Pemajuan Masyarakat Adat, HPI (Himpunan Pemanduwisata Indonesia), ASITA (Asosiasi Tour dan Travel), PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia), dan lembaga terkait lainnya. ‘’Kami siap memprakarsai rapat bersama untuk sinergi di masing-masing tugas kelembagaan,’’ imbuh Putu Wirata Dwikora, disambut baik Wakil Direktur Krimsus Polda Bali (*r).