BULELENG. Satya Nangun Swabawaning Rna adalah motto Pasemetonan Manca Acung. Motto ini kembali digaungkan dan ditegaskan dalam acara pembentukan Pengurus Manca Agung Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, 15 April 2022 di Merajan Agung Ida Dewa Nusa, Dadia Dalem Sangsi, Desa Tejakula. Pengageng-ageng Manca Agung Provinsi Bali, Prof. Dr. Drs. I Dewa Nyoman Oka, M.Pd dan Penglingsir Ageng Manca Agung, Kakiyang I Dewa Putu Banjar menegaskan pentingnya memegang erat motto pasemetonan Manca Agung tersebut demi membangkitkan kembali rasa persaudaraan sesama pratisentana Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung. (Foto : I Dewa Nyoman Oka (tengah), saat menyerahkan dana punia dari Manca Agung Provinsi Bali kepada Panitia).
I Dewa Nyoman Oka menegaskan, setiap individu trah Manca Agung wajib hukumnya mentaati Bhisama leluhur. Bhisama itu terdiri dari : (1) Ingat bersembahyang di Pura Dalem Samprangan dan Besakih; (2) Ingat terus belajar susastra dan (3) Ingat kepada saudara sedarah yakni lima putra Ida I Dewa Tegal Besung yang disebut Manca Agung.
I Dewa Nyoman Oka menuturkan, Manca Agung dimasa lalu adalah sebuah Majelis Kerajaan yang bertugas menyusun kebijakan yang harus dijalankan oleh Raja Bali saat itu sekaligus memberikan nasihat-nasihat kepada sang Raja. Istilah Manca Agung diambil nama-nama Putra Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung yakni I Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Pagedangan, I Dewa Bangli dan I Dewa Anggungan.
Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung adalah putra dari Ida Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan dari perkawinan beliau dengan I Gusti Ayu Kuta Waringin, Trah (keturunan Prabu Erlangga). Sebagai putra berdarah biru, ayah adalah Raja (Sri Aji Kresna Kepakisan, orang kepercayaaan Raja Majapahit) dan Ibu adalah trah raja (Prabu Erlangga), maka di dalam diri I Dewa Tegal Besung mengalir darah pemimpin. Ia mengajak semua semeton Manca Agung agar tidak malu-malu mengatakan diri sebagai keturunan pemimpin, keturunan orang hebat. “Tunjukkan diri anda hebat, namun tidak menyombongkan diri atau merendahkan orang lain. Tunjukkan kepada masyarakat, inilah Manca Agung, bukan inikah Manca Agung?” ujarnya. (Foto : Penglingsir Ageng Kakiyang I Dewa Putu Banjar, Prof Dewa Nyoman Oka bersama Pengurus MA Kecamatan Tejakula).
Sejak wafatnya Ida Dalem Agra Samprangan (juga disebut Dalem Hile), putra pertama dari Ida Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan pada tahun 1386, I Dewa Tegal Besung mendapat pulung keprabon dari Raja Ida Dalem Agra Samprangan sehingga menjadi Raja di Istana Samprangan bergelar Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung. Sedangkan sebelumnya, I Dewa Ketut Ngulesir menjadi Raja di Istana Gelgel sejak 1383 menjadi raja bergelar Ida Dalem Sri Aji Smara Kepakisan. Dengan demikian ada dua raja, matahari kembar.
Tahun 1401 terjadi rekonsiliasi di Istana Kerajaan Majapahit di Jawa dan disepakati yang menjadi Raja adalah Ida Dalem Sri Aji Smara Kepakisan sedangkan Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung sebagai Yuwa Raja (Raja Muda) karena usia beliau lebih muda. Tahun 1443-1460, karena putra Ida Dalem masih sangat kecil. Di Istana Gelgel tidak ada raja, sehingga Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung menjadi raja. Tahun 1460 putra dari Ida Dalem Sri Aji Smara Kepakisan ( I Dewa Ketut Ngulesir) naik tahta menjadi raja bergelar Ida Dalem Sri Aji Wijaya Kepakisan dan Ida Dalem Tegal Besung (pamannya) diangkat sebagai majelis bernama Manca Agung. Tahun 1478, Majapahit runtuh, otomatis raja-raja di bawah kekuasaan Majapahit memisahkan diri. Pada Tahun 1480 Manca Agung sebagai Majelis Kerajaan berperan besar mengendalikan kerajaan dari Trah Dalem. “Selama ini ada pengaburan sejarah tentang peran I Dewa Tegal Besung dalam pemerintahan di istana kerajaan di Bali. Seolah-olah I Dewa Tegal Besung tidak pernah memerintah sebagai raja di Bali, makanya kita menusun Buku Manca Agung seri I dan II untuk mengungkapkan fakta sejarah yang selama ini dikaburkan” ujar I Dewa Nyoman Oka. Padahal, lanjutnya, I Dewa Tegal Besung sendiri (Putra Ida Dalem dari perkawinan dengan I Gusti Ayu Kuta Waringin) pernah menjadi raja di Keraton Samprangan (sekarang disebut Samplangan) Gianyar, bahkan ketika tahta di Istana Gelgel kosong (karena putra Ida Dalem masih sangat kecil), Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung (I Dewa Tegal Besung) memerintah di dua istana (Samprangan dan Gelgel). Bagi yang ingin tahu lebih detail peran Ida Dalem Tegal Besung, baca Buku Manca Agung Seri I dan II” pintanya.
I Dewa Nyoman Oka membagikan dua cerita inspiratif yang patut menjadi renungan bersama. Cerita pertama, Seorang Nenek dengan cucunya. Inti ceritanya adalah lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan karakter. Lingkungan yang baik akan memunculkan karakter baik, begitu sebaliknya. Cerita kedua, Sebuah keluarga didatangi tiga Malaikat. Inti ceritanya : Cinta kasih mengundang kesuksesan dan kekayaan. Seseorang yang selalu menebar cinta kasih, ia akan didatangi oleh kesuksesan dan kekayaan. Demikian sebaliknya. (Foto : Salam manca Agungm, seusai peresmian Papan Manca Agung Kecamatan Tejakula).
Kakiyang I Dewa Putu Banjar selaku sesepuh dan perintis berdirinya Pasemetonan Manca Agung di seluruh Bali mengaku terharu sekaligus bangga, saat ini para semeton mulai saling mengenal dan mau menyatukan diri. Kata beliau, mungkin dahulu tidak saling mengenal, sehingga merasa minder karena sedikit. Tapi sekarang, ternyata setelah saling mengenal dan menghimpun diri, jumlah semeton lumayan banyak. “Bersatu untuk menjalankan titah leluhur adalah sebuah kewajiban yang harus dijalankan. Jika ada yang berani melanggar Bhisama Leluhur, maka ia akan tahu akibatnya” ujar Kakiyang I Dewa Putu Banjar.
Sementara itu, Ketua Panitia Tahunan Manca Agung,, Tahun 2022 Sang Putu Eka Pertama memompa semangat semeton Manca Agung yang diperkirakan berjumlah 200 orang dari seluruh Bali (Pengurus Manca Agung Provinsi Bali, Pengurus Manca Agung Kabupaten/Kota se Bali, Pengurus dan anggota Manca Agung se Kecamatan Tejakula). Menurut Sang Putu Eka, hormat kepada Bhisama Leluhur bukan sebatas “nyakupang tangan, sembahyang” (mencakupkan tangan lalu bersembahyang) tetapi tunjukkan diri anda hebat lalu berbuat nyata untuk kemajuan semeton Manca Agung, tampil dengan penuh percaya diri. “Saya percaya di Pasemetonan Manca Agung banyak orang hebat, tetapi sayangnya selama ini masih malu-malu mengaku sebagai semeton Manca Agung. Karena itu, mulai saat ini, jangan lagi malu mengaku Trah Manca Agung” ajaknya. (Foto : Sang Putu Eka Pertama, saat memompa semangat semeton Manca Agung se-Bali).
Menurut Sang Putu Eka, di internal Manca Agung ada panggilan dengan istilah “Ajung”, bukan bermaksud meninggi-ninggikan diri atau menyombongkan diri, tetapi untuk membangun kesetaraan sesama trah Manca Agung. Kata “Ajung” bermakna yang dimuliakan, yang dihormati. Kita wajib menyapa “Ajung” kepada sesama semeton manca Agung agar ada rasa setara sesama saudara satu leluhur. Panggilan “Ajung” kepada semeton yang usianya lebih senior (tua), sedangkan “Jung” kepada semeton yang lebih yunior (muda). Sama halnya kalau di organisasi Pramuka ada istilah “Kak”, kalau di TNI ada panggilan “Bang”. Ini tujuannya agar merasa lebih dekat secara psikologis. Semeton Manca Agung disarankan agar tidak minder atau malu-malu, duduk dipojok (sudut) hanya sebagai pendengar. “Saya minta mulai sekarang, semua semeton Manca Agung berani menunjukkan diri, berani tampil, berani bersuara, berargumentasi. Tidak boleh takut atau malu-malu apalagi minder” pinta pria dari Gianyar yang sehari-hari bekerja sebagai General Manager sebuah Hotel di Legian.
Pengageng-Ageng Manca Agung Kabupaten Buleleng, Putu Artawan, B.Sc, CHS berterima kasih kepada seluruh Pengageng-ageng dan Penglingsir ageng Manca Agung Provinsi Bali, Pengageng dan Penglingsir Manca Agung Kabupaten/ Kota se Bali yang meluangkan waktu hadir. Ia juga sangat berterima kasih kepada Panitia pembentukan Manca Agung Kecamatan Tejakula atas kerja kerasnya hingga hari H. Semeton Trah I Dewa Nusa Dadia Dalem Sangsi di Tejakula menyediakan lokasi pertemuan dengan berbagai fasilitasnya dan konsumsi. Sedangkan semeton Manca Agung Trah I Dewa Pagedangan Desa Penuktukan memberikan donasi konsumsi. Terbentuknya Kepengurusan Manca Agung Kecamatan Tejakula menurutnya, adalah bukti kerja keras rasa tanggung jawab kepada leluhur dan pasemetonan. (Foto : Putu Artawan (Kiri) bersama Ajung Mangku dan Penglingsir Dadia Dalem Sangsi Bunutin Bangli, seusai memberikan sambutan selaku Pengageng Manca Agung Kabupaten Buleleng).
Menurut Putu Artawan, hasil pemetaan sejak Maret 2022, data sementara menunjukkan, jumlah KK semeton Manca Agung Trah I Dalem Sri Aji Tegal Besung di Kabupaten Buleleng adalah 2.596 KK yang tersebar di 26 Dadia (Merajan) di 21 desa dari 9 kecamatan. Kabupaten Buleleng terdiri dari 147 desa. Dengan demikian, menurutnya, masih ada 126 desa yang belum terdata. “Harapan kami setelah terbentuknya Manca Agung di setiap kecamatan, maka tugas pengurus kecamatan adalah mendata jumlah semeton Manca Agung di masing-masing kecamatannya” ujarnya. Di Kabupaten Buleleng yang terdiri dari 147 Desa, baru 21 desa yang bisa dilacak. Jadi baru sekitar 20 persennya terdata. Jadi, dibutuhkan kerja keras untuk mendata Merajan Pasemetonan Manca Agung di Buleleng (Bali Utara) dengan wilayah yang cukup luas terbentang dari Barat ke Timur.
Menurut Putu Artawan, di Kecamatan Tejakula terdapat 3 Merajan semeton Manca Agung di dua desa yakni Desa Tejakula dan Penuktukan. Satu Merajan Trah I Dewa Nusa Dadia Dalem Sangsi di Desa Tejakula dengan 65 KK dan dua Merajan di Desa Penuktukan yakni Merajan Trah I Dewa Pagedangan dengan 144 KK dan Merajan Trah I Dewa Nusa Dadia I Dewa Sangsi dengan 15 KK. Ia berterima kasih kepada semeton Manca Agung Kecamatan Tejakula yang sangat antusias sehingga bisa membentuk pengurus pada kesempatan pertama. “Semoga semangat ini diikuti oleh semeton Manca Agung di delapan kecamatan lainnya” harapnya. Putu menambahkan, tugas Pengurus MA Kecamatan adalah mempercepat pendataan dibidang parhyangan (Kawitan, Dadia, Merajan, Merajan Agung); Pawongan, mendata jumlah KK dan jumlah jiwa; Palemahan, menata (kedhatuan, Griya, Jero) sehingga dapat membantu Panitia tahunan di masing-masing kabupaten/kota. Menurut Putu, menjadi Pengurus Manca Agung, baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan adalah mengemban tugas sosial serta wujud bhakti kepada leluhur dengan melayani semeton. “Setiap pengurus harus mempunyai komitmen kuat untuk ngayah (melayani tanpa imbalan), payah (capek), layah (lapar), mayah (keluar biaya) dan jengah (punya motivasi kuat, semangat, dan antusias demi menyatukan semeton dan membesarkan manca Agung” ujarnya. (Foto atas : Pengurus MA Kecamatan Tejakula)
Pengurus Manca Agung Kecamatan Tejakula terdiri dari Penglingsir : Guru Gede Astawa dan Kadek Suantara; Pengageng (Ketua) Ketut Susrama, S.Sos; Iwa Pengageng (Wakil Ketua) Ketut Darmawan; Penyarikan (Sekretaris) Ketut Sutawan, Pengraksa (Bendahara) Kadek Wiriyasa; Iwa Pengraksa (Wakil Bendahara) Gede Samiasa dilengkapi dengan Baga Parhyangan, Baga Pawongan dan Baga Palemahan. (*ram).