GIANYAR– Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Itulah pepatah yang kerap kia dengar. Jejak dan perjuangan seseorang tetap dikenang sepanjang jaman, meskipun sang pejuang telah tiada. Itulah yang pasti terjadi ketika Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, S.U berpulang pada 1 April lalu. Beliau adalah salah satu tokoh Bali yang gigih memperjuangkan Subak dan membela nasib petani. Jenazah almarhum menjalani prosesi upacara Ngaben di Setra Gede Sukawati Gianyar, Selasa, 11 April 2023.
Almarhum Prof. Windia mengajarkan banyak keteladanan bagi masyarakat dan generasi muda di Bali. Prof. Dr. I Ketut Suamba, salah satu sahabat almarhum dalam acara Podcast Paiketan Krama Bali menuturkan, Prof. Windia adalah sosok yang idealis, gigih, tekun dalam memperjuangkan gagasan-gagasannya terutama mempertahankan eksistensi Subak dan Pertanian di Bali. “Yang paling membuat beliau naik tensinya adalah ketika ada kebijakan pemerintah yang membabat sawah untuk kepentingan selain pertanian. Beliau menentang keras segala bentuk pembabatan sawah karena dinilai sangat bertentangan dengan upaya mempertahankan ketersediaan pangan di Bali” tutur Prof. Ketut Suamba.

Karena almarhum memasuki usia pensiun, pada 2019, maka jabatan sebagai Ketua Pusat Penelitian Subak Univ. Udayana yang saat ini berubah menjadi Unit Subak Unud digantikan oleh yuniornya yakni Prof. Ketut Suamba. Suamba mengaku banyak belajar dan meneladani sosok almarhum Prof. Windia. Ia siap melanjutkan perjuangan almarhum, termasuk mengusulkan kepada pemerintah agar mengalokasikan anggaran untuk Subak yang saat ini sangat kurang. “Pemerintah daerah sudah membuat Perda 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dan mengalokasikan anggaran untuk Desa Adat. Harusnya juga mulai menyelamatkan lembaga Subak sehingga ektsistensi organisasi Subak bisa bertahan” imbuh Prof. Suamba.
Perjuangan almarhum yang telah nyata dirasakan oleh masyarakat Bali adalah diakuinya Subak sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage) oleh UNESCO, salah satu Badan Dunia melalui sidang ke-26 Komite Warisan Budaya Dunia di Kota Saint Petersburg, Russia pada 29 Juni 2012. Subak diakui sebagai Warisan Budaya Dunia karena dua faktor yakni (1) kategori warisan dunia tak benda dipandang dari nilai-nilai sosial semangat gotong royong; (2) kategori warisan budaya tak benda berupa Pura Subak, sawah dan sistem irigasi (pengairannya).
Almarhum semasa hidupnya adalah Sekretaris Tim Penyusun Proposal Warisan Budaya Subak Bali. Banyak gagasan dan perjuangan almarhum yang patut dilanjutkan seperti tetap mempertahankan kelestarian Subak sebagai organisasi pengairan tradisional di Bali; memperjuangkan anggaran untuk sektor Pertanian dalam APBD Bali yang saat ini terlalu kecil yakni kurang dari 2 persen menjadi 10 persen agar keberpihakan pemerintah lebih nyata pada sektor pertanian; menentang keras segala bentuk alih fungsi lahan sawah demi menjaga kedaulatan pangan di Bali; memperjuangkan anggaran untuk pendidikan dan latihan bidang pertanian, teknologi paska panen bagi generasi muda melalui aplikasi teknologi; memperjuangkan keadilan antara Desa Adat dan Subak yang sama-sama sebagai lembaga tradisional pelestari budaya Bali, memperjuangkan keadilan di antara sektor pariwisata (yang dianggap anak emas) dan pertanian (dianggap anak tiri) yang selama ini mendukung pariwisata dan lain-lainnya. Kecintaannya pada sektor pertanian tak pernah luntur hingga ajal menjemputnya.
Sebagai seorang jurnalis senior, Prof. Windia selalu mengajarkan dan mengajak para jurnalis muda untuk rajin membaca, belajar dan menambah wawasan agar mampu menghasilkan karya-karya jurnalistik yang bermutu dan berguna bagi masyarakat. Hal itu dikatakan wartawan senior, Ida Bagus Alit Sumertha saat menjadi narasumber Podast Paiketan Krama Bali, Minggu, 9 April 2023 lalu.

Saat prosesi upacara Ngaben, Wakil Gubernur Bali, Prof. Dr. Ir. Tjokorde Oka Artha Ardana Sukawati, M.Si alias Tjok Ace hadir bersama sejumlah tokoh seperti Drs. Putu Suasta, M.A, Jro Dalang Supartha, Pengurus dari berbagai organisasi seperti Monumen Perjuangan Bangsal, Pemuda Panca Marga, INTI Bali, DHD-45, STISPOL Wira Bhakti, sejumlah sahabat di Universitas Udayana. Menurut Tjok Ace, Bali kehilangan tokoh besar yang gigih memperjuangkan Subak dan pertanian.
Putra Sulung almarhum, Putu Gde Ariastita menyatakan sangat berterima kasih atas simpati dan dukungan seluruh masyarakat dan pimpinan organisasi terhadap almarhum ayahnya. “Kami atas nama keluarga sangat berterima kasih atas simpati dan dukungan semua pihak terhadap almarhum dan keluarga. Atas nama almarhum, kami mohon maaf kepada seluruh masyarakat apabila ada kesalahan-kesalahan almarhum semasa hidupnya. Hal-hal yang baik dari almarhum mari kita lanjutkan sesuai dengan kompetensi kita masing-masing” ujarnya.
Semasa hidupnya, selain sebagai gurubesar UNUD, Prof. Windia pernah menduduki berbagai jabatan penting seperti : Ketua DPD Pemuda Panca Marga Prov. Bali; Ketua DHD-45 Prov. Bali; Ketua STISPOL Wira Bhakti, Denpasar, Ketua Dewan Pakar INTI Bali; Sekretaris Monumen Perjuangan Bangsal; Ketua Pusat Penelitian Subak UNUD; Sekretaris Tim Penyusun Proposal Warisan Budaya Subak UNUD; pernah menjadi anggota DPR/MPR RI. Selamat jalan professor, semoga tenang dan damai di sana (ram).