Gubernur Bali Diminta Segera Cabut Perda 3/2017
Serius, Permasalahan dan Tantangan LPD di Bali

Permasalahan yang dihadapi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali saat ini, menurut I Gde Made Sadguna, S.E, MBA, DBA, sangat serius dan kompleks. Selaku pengamat dan konsultan ekonomi, perbankan dan bisnis, Mantan salah satu pejabat di Bank Indonesia ini mencermati dan kemudian mengurai sejumlah permasalahan yang sedang membelit LPD dan tantangannya ke depan.  Demikian ditegaskan I Gde Made Sadguna saat diminta pendapatnya Minggu, 5 Juni 2022 malam untuk mempertegas kembali pendapatnya saat FGD tentang LPD yang digelar serangkaian HUT V Paiketan Krama Bali, 1 Juni lalu di Krisna Oleh-oleh Bali, ByPass Ngurah Rai, Kuta, Badung.

LPD menurut alumni S3 di Murdoch University-Australia tahun 2001 ini,  memiliki masalah hukum yang harus segera dituntaskan yakni tentang status permodalan yang sebenarnya sudah muncul sejak awal pendiriannya.. Saat didirikan, LPD mendapat dana bantuan bantuan pemerintah. Ada  kesalahan nomenklatur dan  pencatatan bantuan dana dalam neraca.  Ada LPD yang mencatatkannya dengan nomenklatur “Setoran Modal”  mengikuti praktek di dunia perbankan. Pencatatan sebagai “Setoran Modal” atau “Modal Disetor” mempunyai makna dan implikasi bantuan dana pemerintah itu berubah menjadi “kepemilikan” sehingga LPD kemudian seakan-akan menjadi milik pemerintah. Ada pula yang mencatatkannya sebagai “Kredit Investasi Jangka Panjang” seakan pemerintah bertindak seperti bank komersial yang memberikan kredit kepada LPD. “Semua pencatatan ini tentu saja tidak benar karena pemerintah tidak berniat menjadi pemilik LPD atau pun menjadi kreditur bagi LPD, melainkan pemerintah ingin membantu desa adat agar mempunya lembaga pembiayaan pembangunannya sendiri, sehingga tidak terlalu tergantung kepada perbankan khususnya dalam membiayai usaha tani dan usaha kecil. Kesalahan-kesalahan seperti menurut saya merupakan kesalahan “cacat lahir” bagi LPD”, ujar pria alumni S2  di  Denver University-USA tahun 1990 ini.

Secara hukum  adat, menurut Sadguna, sejumlah LPD tidak didukung oleh Pararem tentang LPD yang diterbitkan dari hasil paruman Krama Desa Adat.  Perarem LPD ini menurutnya sangat penting sebagai rambu-rambu bagi krama Desa Adat yang bertransaksi (menyimpan dan atau meminjam uang) di LPD karena LPD sesungguhnya ada dari, oleh dan untuk Krama Desa Adat.

Masalah Internal LPD

Tak dapat dipungkiri, bahwa secara internal, sejumlah LPD memiliki masalah yang sangat serius yaitu: Masalah tatakelola, termasuk masalah transparansi – siapa yang harus melapor apa kepada siapa? dan kapan?; Masalah operasional; Masalah rendahnya kualitas SDM kompetensi pengelolanya. Celakanya, sejumlah LPD belum memiliki metode pengukuran kinerja yang sudah teruji berdasarkan penelitian lapangan.  LPD juga memiliki masalah keuangan – kemungkinan banyak LPD yang networthnya sudah negatif.  Kemudian juga masalah akuntabilitas (ketidakjelasan akuntabilitas masing-masing pihak terkait). Semua ini berdampak terhadap Trust (kepercayaan) krama Desa Adat terhadap LPD. Masalah likuiditas juga sangat rawan bagi sebagian LPD sebagaimana tercermin dari adanya  kasus-kasus dana simpanan krama Desa Adat di LPD yang tidak bisa dicairkan, yang bila tidak segera diatasi akan sangat besar dampaknya terhadap trust.

Masalah Eksternal LPD

Menurut pria kelahiran Tuakilang, Tabanan ini, Secara eksternal, LPD menghadapi masalah pengaturan, pengawasan dan pembinaan yang tidak efektif – siapa mengatur apa? Siapa mengawasi siapa dengan cara bagaimana? Siapa membina siapa dengan cara bagaimana?  Belum lagi masalah kualitas dan efektivitas regulasi. Apakah Perda 3/2017 dan Pergub 44/2017 masih layak dipertahankan untuk mengatur LPD?  Faktanya ada masalah-masalah seperti tadi yang kemungkinan ada kaitannya dengan masalah efektivitas  pengaturan, pengawasan dan pembinaan LPD.  Oleh karena itulah, Sadguna mengharapkan Pemerintah Daerah Bali segera mencabut Perda 3 Tahun 2017 dan menggantikannya dengan Perda LPD yang baru sebagaimana diamanatkan oleh Perda Nomor 4/2019 tentang Desa Adat di Bali. Tuntutan untuk mencabut Perda 3 Tahun 2017 juga digaungkan oleh Ketua LPD Desa Adat Kedonganan, I Ketut Madra, S.H, M.Si.

Tantangan LPD ke Depan

Tantangan LPD ke depan juga tidak kalah beratnya. Jika LPD mau dikelola secara profesional dan berintegritas, menurut Sadguna, setidaknya ada 3 hal penting harus segera digarap oleh pemerintah daerah Bali.  Alumi Ekonomi UGM ini mengurai sebagai berikut.

Pertama,  penerbitan Perda LPD sesuai dengan amanat Perda 4/2019. Perda LPD ini mesti jelas apa saja cakupannya ? Bagaimana strukturnya ? dan bagaimana timelinenya ? Kedua, perumusan konsep/design transformasi LPD.  Konsep/design transormasi LPD ini mencakup apa saja?,  bagaimana strateginya ?, siapa saja yang bertanggungjawab dalam perumusan konsepnya? dan bagaimana implementasinya ? dan Ketiga, pembentukan Lembaga Otoritas Perekonomian Adat Bali. Ia menyarankan, Pemerintah Daerah Bali mesti segera membentuk Lembaga Otoritas ini dengan mendesign : Apa saja cakupannya? Apa tugas dan kewenangannya? Bagaimana struktur organisasinya? Bagaimana tata kelolanya? Bagaimana pembiayaannya? Bagaimana hubungannya dengan pemerintah, MDA dan desa adat? Pengarapan ketiga hal tersebut perlu melibatkan stakeholder terkait, terutama desa adat, perguruan tinggi dan praktisi perbankan (*).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email