Oleh: Putu Sari, Jogyakarta
Pada 11.11.2020 lalu, sesuai agenda rangkaian Abhiseka ke-2 Candi Prambanan, beberapa orang panitia pagi itu berkoordinasi untuk melaksanakan tirtayatra dengan tujuan utama memohon restu Dewata dan para Leluhur Mataram Kuno yang bersthana di empat Candi/petirthaan agar ritual Abhiseka berjalan lancar (memargi antar labda karya sida sidaning don) sekaligus memohon anugerah Tirta Amertha untuk dibagikan kepada seluruh umat Hindu saat ritual Abhiseka Candi Prambanan kesesokan harinya.
Tujuan pertama adalah Candi Losari, sekaligus sebagai titik kumpul awal seluruh bhakta/panitia yang bertugas dalam tirtayatra kali ini. Candi Losari berada di Dusun Losari, Desa Salam, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Candi Losari
Tiba di Candi Losari sekitar pukul 09.30 WIB, kami langsung mempersiapkan sesaji kemudian melakukan pemujaan, berdoa dan memohon restu, memohon Tirtha Amertha sesuai tujuan Tirtayatra. Selesai memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan leluhur, kami melanjutkan memohon pelukatan sekaligus minum (nunas Tirtha) merasakan langsung air jernih dan segar Candi Losari dari sumbernya yang persis berada di bawah permukaan tanah di tengah Candi Losari.
Setelah selesai pemujaan di Candi Losari, kami melanjutkan perjalanan menuju Prasasti Tuk Mas yang berlokasi di Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Lokasi ini kami tempuh sekitar 1 jam perjalanan. Energi positif terasa menyapa ketika memasuki lokasi sumber air suci (petirthaan) kuno tersebut.
Salah satu panitia mengambil Air Suci (Tirtha) di Tuk Mas, kedalaman 1,5 meter.
Setelah mempersiapkan sesaji, kami melakukan pemujaan dengan sangat hening, kami menyadari berada di lokasi petirthaan yang sangat sakral dan istimewa. Tuk Mas dalam bahasa lokal masyarakat bermakna sumber mata air emas, sangat cocok dengan gambaran sesungguhnya yakni sebagai sumber air yang melimpah sepanjang tahun, memberikan kesejahteraan dan kemakmuran kepada masyarakat. Tuk Mas dikenal pula dengan nama Prasasti Dakawu berdasarkan Prasasti yang berada di bangunan berpagar persis di belakang kami mengambil air suci.
Para bhakta peserta Tirthayatra selanjutnya bergerak menuju Candi Umbul, dengan menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari Tuk Mas. Candi Umbul terletak di Desa Kartoharjo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Candi Umbul
Candi Umbul memiliki 2 kolam petirthaan. Sesuai petunjuk petugas yang berjaga di lokasi, kami mengikuti arahan menuju kolam sebelah Selatan yang memang terlihat airnya yang jernih keluar menyembur dari permukaan bebatuan kecil di tengah-tengah kolam. Beberapa batuan candi kuno juga terdapat di dalam kolam. Ini membuktikan di jamannya dahulu, Candi Umbul ini memang merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan spiritual masyarakat. Papan informasi BPCB menyebutkan berdasarkan hasil penelitian diketemukan miniatur candi, Arca Durga dan Arca Agastya dari lokasi Candi Umbul tersebut.
Setelah persembahan sesaji dan pemujaan dilakukan, kami perlahan mendekat ke tengah sumber keluarnya gelembung air di tengah kolam untuk memohon air suci. Air jernih keluar bergelembung dari perut Ibu Pertiwi, saat disentuh terasa hangat, diyakini mengandung energi sangat positif (kesucian) sesuai permohonan.
Kami kemudian melanjutkan Tirtayatra menuju Candi Gunung Wukir, ditempuh dengan perjalanan sekitar 1 jam. Candi Siwa dengan lingga yoni yang cukup besar, yang berada di puncak Gunung Wukir ini merupakan persembahan Raja Sri Sanjaya (Raja Pertama Mataram Kuno), sebagai wujud rasa syukur atas keberhasilan beliau menyatukan kerajaan-kerajaan yang sebelumnya melepaskan diri sejak sepeninggal Raja Sanna (Paman Raja Sri Sanjaya). Candi Gunung Wukir dikenal juga dengan Candi Canggal karena diketemukannya Prasasti Canggal di halaman candi.
Candi Utama Gunung Wukir
Berdasarkan data Buku Sejarah Nasional II hal. 98, tertulis bahwa Prasasti Canggal berhuruf Pallawa dan berbahasa sanskerta, berangka tahun 654 saka (tanggal 6 Oktober 732 M). merujuk data tersebut, berarti Candi Gunung Wukir telah tegak mengukir sejarah sampai hari ini selama lebih dari 1.288 tahun. Pantaslah kemudian Raja Sri Sanjaya menurunkan raja-raja Mataram Kuno yang mengukir sejarah juga hingga membangun kompleks percandian yang hebat seperti Candi Prambanan yang saat ini telah berusia 1.164 tahun (12 Nopember 856 M)
Pemujaan di Candi Gunung Wukir sangat hening dan sakral, berlangsung hingga peralihan waktu senja kala. Rasa haru, bahagia, bercampur hingga tidak terasa air mata tertumpah di antara kami merasakan energi kesucian yang melingkupi candi. Energi tersebut terasa menuntun kami semua untuk terus berkarma baik, memuja beliau, turut serta menjaga dan melestarikan candi-candi Siwa warisan leluhur kita. Saat itu, hari pun mulai gelap, kami kemudian mohon pamit kembali ke rumah masing-masing selanjutnya beristirahat menjaga kondisi tubuh sehingga fit menjalankan tugas mempersiapkan ritual Abhiseka Candi Prambanan keesokan harinya (Penulis tinggal di Jogyakarta).