Om Swastyastu,
“Sujud di kaki Padma Sumber Yang Sejati, Bhatara Betari, Leluhur dan Rsi Agung memohon anugerah kemuliaan dan memohon ampunan karena menarasikan kembali ajaran Veda yang suci dan agung agar ten keneng pastu lan upadrawa. Om Siddhirastu Astu Tad Astu Swaha.”
Sebelum melanjutkan, ada sargah dalam Balakanda Ramayana Kanda 1 Sargah 100 yang patut direnungkan mengenai keutamaan membaca Ramayana. Pada Sargah tersebut tertulis:
“Bagi mereka yang membaca Ramayana; bila ia seorang Brahmana akan menjadi mahir dalam ajaran Weda; Bila ia seorang Ksatriya akan paham tentang pemerintahan dan berkuasa atas dunia; Bila ia seorang Waisya akan menjadi kaya raya dan dermawan; dan bila ia seseorang Sudra akan menjadi sempurna” (R.BK.S.1.1.100).
Suatu hari di momen yang tepat Dewarsi Narada yang janaka ingin menggoda hubungan Maha Rsi Washista dan Sri Rama, Guru dan murid yang ideal. Pada upacara Aswameda Yajna yang dilakukan Sri Rama, para Rsi Agung dari Rsi lainnya hadir dari berbagai wilayah marcapada. Dewa Rsi Narada mendekati Hanuman yang saat itu bertugas sebagai penerima tamu dan menyapa semua Rsi dan mengantarkan ke tempat duduknya yang telah disediakan. Dewarsi Narada menasehati Hanuman yang sujud di hadapannya. “Hanuman, putra Anjani yang perkasa. Engkau akan selalu dikenang sebagai teladan abdi setia sepanjang masa. Dalam Upacara Aswameda yajna ini, engkau diberi tugas menyapa dan mengantarkan para Rsi ke tempat duduknya. Lakumu ini akan memperoleh pahala subakarma yang tinggi karena melayani pandita dengan sangat hormat. Dalam upacara ini selaku Sang Yajamana adalah tuanmu, Sri Rama, manusia utama. Sedangkan Maharsi Vasistha sebagai pemimpin upacara sekaligus Purohita Kerajaan Ayodyapura. Jadi, Beliu juga tuan rumah. Karena itu, satu Rsi yang tidak perlu engkau sapa dan antarkan ke tempat duduknya adalah Maharsi Vasistha. Laksanakanlah…….Mahadewa merestuimu”.
Hanuman menyambut dan menyapa semua Rsi-Rsi yang hadir pada upacara besar tersebut. Ketika Maharsi Vasistha sebagai Purohita Kerajaan Ayodyapura dan yang akan memimpin upacara datang, Hanuman bersujud dalam sikap Yoga Namaskaram. Wasistha memberikan restunya dengan mengakat tangannya dan nampak melirik sana-sini mencari tempat duduknya. Hanuman tidak berbicara sepatah kata pun dan diam. Ketika Maharsi Vasitha duduk dan mendapat penghormatan Sri Rama, Dewarsi Narada bersujud di depan Maharsi Vasistha dan memberi hormat. Upacara berjalan lancar dan sukses, Laksamana dan prajurit Ayodya mengikuti kemana pun Kuda Aswameda berjalan. Kelak dikisahkan Kusa dan Lava menangkap Kuda Aswameda tersebut.
Maharsi Vasistha duduk dalam samadi yang dalam, ketika Dewa Rsi Narada tiba di ashramnya. “Narayan….Narayan…. Narayan….”, sabda Dewarsi Narada. Maharsi Wasistha sadar dan menyambut Narada.
“Maharsi…aku datang untuk mewartakan prilaku buruk Hanuman terhadap dirimu saat upacara Aswameda. Namun, engkau tidak mempedulikannya. Bila ini dibiarkan, maka kewibawaan pandita akan tercemar dan tidak ada lagi yang memberi hormat. Ini sangat berbahaya, adat istiadat dan budaya antara empat golongan akan hancur. Narayan… Narayan… Narayan. Semua Rsi yang datang mendapat sambutan lembut dan hormat Hanuman, namun engkau dibiarkan berlalu begitu saja. Apa engkau tidak merasa dilecehkan dan dinistakan Maharsi Agung?….Narayan Narayan….Narayan” ujar Dewarsi Narada.
“Tapi..Dewarsi…….Hanuman telah menjukkan sikap sempurna dihadapanku. Sikap itu hanya ditunjukkan kepada junjungannya Sri Rama, tidak seorang pun. Aku sangat merasa terhormat dengan sikap Hanuman itu”, kata Maharsi Vasistha.
Narada membunyikan vinanya dan bersabda:” Narayan….Narayan….Narayan, sikap itu namanya Yoga Namaskaram Surya Savana yang diciptakan Hanuman untuk menghormati Gurunya Sivaraditya. Dasar wanara yang kurang wiweka jnanam, ia mempersembahkan juga kepadamu Maharsi Agung. Siwaraditya patut menerima penghormatan itu, tetapi untuk engkau tindakan itu melecehkanmu Maharsi Agung, sebab engkau adalah Sapta Rsi yang langsung diciptakan Brahma. Hanuman harus diberi hukuman. Hukuman bagi mereka yang mencela pandita adalah mati. Narayan…Narayan Narayan…., kemudian Dewarsi Narada hilang secara gaib.
Sri Rama sangat marah atas perlakukan Hanuman kepada gurunya. Lalu, Sri Rama mengumumkan Hukuman mati bagi Hanuman. Laksamana, Bharata dan Satrugna memberikan saran agar mempertimbangkan keputusan mati bagi Hanuman. Sri Rama sudah menetapkan keputusan hukuman mati dan tidak bisa ditunda. Pada hari yang ditetapkan, Hanuman diarak ke alun – alun Ayodyapura. Rakyat Ayodyapura berkumpul dengan berbagai ekpresi. Ada yang menangis tersedu-sedu dan ada juga yang tertawa dan mencaci, dasar wanara. Hanuman adalah pahlawan dan pemenang perang Rama Rahwana. Jambawan nampak masgul. Anggada mencucurkan air matanya, demikian juga para senapati prajurit dari berbagai kesatuan: Gawa-Gawaksa, Nila Geni dan lain-lain.
Siap menerima hukuman mati, Hanuman duduk bersila dengan tangan sikap menyembah di dada. Ia menchantingkan “Om Rama-Sitaya Ya Namaha” terus-menerus tanpa henti. Sri Rama membentangkan panah dan terdengar bunyi menciut dan mengarah ke tubuh Hanuman. Namun panah itu lenyap di depan tubuh Hanuman. Sri Rama merasa Hanuman melawannya, lalu membidikkan panah sakti Nagapasa. Panah itu meliuk dan berubah menjadi seekor Naga yang dasyat dan menyambar tubuh Hanuman…..Naga itu lenyap dan sebaliknya, tubuh Hanuman nampak bersinar. Sri Rama semakin merasa bahwa dirinya dipermainkan Hanuman. Lalu Sri Rama memohon kepada Siwa agar diperkenankan menggunakan senjata mahasakti Brahmastra. Senjata sakti itu mengeluarkan sinar cemerlang yang menyilaukan. Namun tiba-tiba terdengar sabda Dewa Rsi Narada: Narayan Narayan…….Wahai Sri Wisnu engkau memahami segala suatunya senjata itu akan memusnahkan alam semesta, kembalikanlah ke asalnya. Aku hanya ingin menguji kesaktian mantram yang memuliakan engkau Sri Wisnu dan Laksmi”. Narayan….Narayan…”, lalu gaib.
Sri Rama mendekati Hanuman dan bersabda: “ Apa yang engkau inginkan dari-Ku Hanuman sebagai wujud baktimu kepada-Ku”. Hanuman dengan sikap pembuka Yoga Namaskara Suryasavana menyembah Sri Rama: “Jadikanlah diri hamba sebagai abdi setia-Mu Paduka”. Lalu, Sri Rama bersabda :”Aku restui engkau Hanuman sebagai Abdi Abadi-Ku dan menjaga semua orang yang memuliakan diri-Ku dan Ibu-Mu serta Ramayana”.
Hanuman adalah seorang Jiranjiwi, hidup abadi selamanya, selama Ramayana dipelajari di alam semesta ini. Hanuman sampai saat ini akan menjaga siapa saja yang memuliakan Rama-Sita dan Ramayana. Menurut referensi Hanuman akan menjaga mereka yang memuliakan Rama-Sita dalam radiau 720 meter aman dari segala gangguan.
Umat Hindu yang tekun mempelajari Itihasa akan selalu dalam lindungan Brahman, bebas dari segala suka dan duka, dan Ramayana adalah Veda itu sendiri. Siapa yang mempelajari Veda akan mendapat kebahagian sejati. Pengabdi setia Tuhan akan selalu selamat dan mencapai kesempurnaan. Hanuman adalah contoh dan teladan seorang abdi dengan pengabdian total. Karenanya ia memperoleh anugerah kemuliaan sebagai Jiranjiwi.
Kisah Ramayana dan Hanuman tidak akan pernah berhenti dan akan berulang dari satu kalpa ke kalpa lainnya. Pada abad ke-11, Bhagawan Walmiki bereinkarnasi menjadi Sri Goswani Tulsi Das untuk memuliakan Hanuman dan menulis 28 pustaka tentang Hanuman dan yang terkenal adalah Sri Hanuman Chalisa (40 mantra Hanuman). Sri Goswani Tulis Das meninggal pada usia 34 tahun.
Pada tahun 1976 komunitas fotografer internasional menemukan Hanuman di lereng Himalaya dan mengabadikannya dalam foto. Tahun 2020 Hanuman nampak di langit Taipeh. Sas sus media sosial tahun 2021 Hanuman nampak di Bukit Pecatu, Bali. Namun, bagi yang peka dan percaya, Hanuman terasa hadir ketika membaca dan menulis kisah-kisah suci Ramayana. “Om Rama-Sitaya Ya Namaha”.
Bila Umat Hindu di seluruh dunia membaca Ramayana, maka kedamaian dunia ini mencapai puncaknya. Tidak akan ada pertentangan, manusia hidup damai dan sejahtera. Lembaga Hindu seperti Parisada Hindu Dharma Indonesia akan eksis dan mengayomi umat yang memartabatkan lembaganya. Rahayu. Om Santih, Santih, Santih Om (Penulis, Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat Masa Bhakti 2021-2026).