(Hasil Penelitian)
Candi Prambanan, Babon Teologi Hindu Nusantara

Dr. Ni Kadek Surpi Aryadharma (Dosen, Penulis Buku, Peneliti, Hindu Motivator)

Penelitian Kerjasama Perguruan Tinggi Tahun 2018 yang dibiayai oleh Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, yang dilakukan oleh penulis, Dr. Surpi Aryadharma dan tim menyimpulkan bahwa Candi Prambanan Merupakan Babon Teologi Hindu Nusantara dan merekomendasikan kepada Presiden RI agar Prambanan kembali difungsikan sebagai kuil Hindu istimewa di tanah air, bukan sekadar tumpukan benda mati yang bernilai sejarah.

Candi Prambanan merupakan kompleks kuil Hindu yang memiliki nama asli Śivagṛha atau Śivalaya-rumah Śiva atau istana Śiva, sebagai tempat berstana di bumi. Prambanan sendiri berasal dari kata sanskerta ‘parambrahma(n)’, yang berarti ‘Roh Jagat’, ‘Yang Mutlak’, dan merujuk pada sebuah tempat peribadatan umum, yang boleh digunakan baik oleh kaum Śaiva maupun Buddhis. Candi Prambanan dirancang dengan pola yang kompleks yang dibangun atas tiga mandala, yakni Bhur, Bvah dan Svah, dalam konsep Hindu mewakili alam bawah, tengah dan atas (devaloka). Tiga tingkatan zona candi diawali dengan bhurloka, adalah tingkat terendah, menggambarkan alam manusia yang terikat dengan hasrat, hawa nafsu dan tidak suci. Zona kedua Bvahloka adalah tempat bagi orang suci, rsi dan pertapa memanjatkan doa-doa. Di dalam zona ini terdapat 224 candi perwara. Memasuki alam ini, manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Zona tertinggi disebut Svarloka atau Svargaloka yang merupakan ranah tertinggi sekaligus tersuci tempat para Deva bersemayam.
Prambanan sebagai sebuah kompleks kuil Hindu-Hindu Masterpiece, dibangun dengan menggunakan konsep Vāstupuruṣamaṇḍala yakni konsep pembangunan yang dirancang secara cermat guna menghadirkan Devata sebagai pusat mandala di bumi. Pembangunan kuil Prambanan menggunakan perhitungan Vāstu Śāstra-Śilpa Śāstra, diawali dengan pemilihan tempat secara cermat, melakukan upacara awal sebelum pembangunan hingga pembangunan dan mentahtakan arca di dalam kuil. Para peneliti sebelumnya berkesimpulan Prambanan dibangun pada masa keemasan Dinasti Sailendra yang berlangsung selama 110 tahun Dr. Ni Kadek Surpi Aryadharma Laporan Utama Edisi Ke-99, Tahun XXII, Maret – April 2021 13 (750 — 860 M). Pembangunannya melibatkan sejumlah Brahmin, Śilpin, dan berbagai keahlian lainnya, memakan waktu yang cukup lama.
Dari pengkajian dan analisis yang dilakukan, Prambanan meyakinkan sebagai Babon Teologi Hindu Nusantara, bukan sekadar kompleks percandian yang merupakan pusat spiritual masyarakat. Secara umum, kuil Prambanan diketahui mengagungkan tiga Dewa- Trimūrti yakni Brahmā, Viṣṇu dan Śiva. Tetapi jika dilihat dari strukturnya, candi Śiva sebagai pusat berukuran lebih besar dan lebih tinggi. Ini bermakna sebagai konsep Śivaistik, yakni walaupun memuja tiga Dewa dan dewa-dewa lainnya, tetapi Śiva sebagai puncak pemujaan dan puncak kesadaran.
Pemujaan Trimūrti sesungguhnya bukan memuja tiga Dewa Brahmā, Viṣṇu dan Śiva secara setara-sejajar, melainkan pemujaan berkonsep kosmologi dengan mengagungkan Śiva dalam konsep Śivaistik atau Visnu dalam konsep Visnusitik (Vaisnava). Selain Pemujaan Trimūrti, Prambanan juga kental dengan pemujaan Śakti atau Dewi dengan d i p u j a n y a Durgamahisasuramardhini, yakni Durga yang sedang membunuh raksasa berupa siluman kerbau. Selain itu masih ditemukan arcaarca Dewi di kompleks pemujaan ini di samping arca Dewa lainnya. Hal ini menunjukkan Prambanan walaupun sebagai tempat pemujaan tiga Dewa utama, tetapi menarik dan menyatukan para pemuja dalam sebuah kompleks pemujaan yang besar.
Walau penelitian ini lebih banyak mengungkapkan peradaban agung masa lampau, tetapi diharapkan memberikan spirit di masa kini. Tidak ditemukan bukti tertulis tentang konsep pemujaan yang dilakukan. Namun berdasarkan struktur kuil, sangat mungkin untuk melakukan parikrama, berputar keliling pradakṣiṇa, yakni mengikuti arah keberuntungan. Demikian pula pada setiap arca di kompleks ini tapakannya berupa yoni yang lengkap dengan saluran air sehingga dipastikan di masa lalu dilakukan upacara penyucian dan penghormatan dengan melakukan abhiseka (upacara memandikan arca).
Selama lebih dari dua belas abad, kompleks Candi Hindu termegah di Nusantara ini terus memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, pemerintah setempat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan sekadar tumpukan batu yang mati, tetapi membuat perekonian berputar sebagaimana putaran yantra yang menjadi konsep dasar pembangunannya. Namun sayang, nyaris keseluruhan arca di kuil Prambanan dalam kondisi yang kotor dan nyaris dapat dipastikan tidak dilakukan upacara abhiseka selama ratusan tahun. Ketika dilakukan upacara peresmian Candi untuk dibuka kunjungan, tidak ada catatan pernah dilakukan upacara abhiseka. Upacara ini bukan saja bernilai spiritual tetapi secara fisik akan memelihara arca pada kondisi yang baik dan bersih.
Hasil penelitian ini, telah diusulkan kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu yang dapat bermitra dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) selaku majelis tertinggi umat Hindu untuk mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesa agar umat Hindu dijinkan lebih leluasa untuk menggunakan Candi Prambanan sebagai pusat peribadatan Agama Hindu seluruh Indonesia dan turut menjaga dengan melakukan rangkaian upacara penyucian (abhiseka) arca para Dewa, yang secara fisik akan mampu membersihkan dan secara rohaniah akan memberikan dampak bangkitnya kekuatan spiritual Candi Prambanan. Abhiseka ini setidaknya dilakukan sekali dalam setahun yang dapat dirangkaikan dengan upacara Tawur Agung. Selain itu, sangat penting untuk dirumuskan tata cara memasuki Prambanan bagi para wisatawan dengan mengikuti pola mengenakan pakaian yang sopan dalam standar Nusantara, membuka alas kaki ketika memasuki garbhagriha dan tidak menyentuh patung (Arca Dewa) serta berjalan mundur ketika akan ke luar dari bilik utama kuil. Caracara sederhana ini juga sebagai wujud menghargai warisan dari leluhur Nusantara.
Penelitian ini merekomendasikan agar diambil langkah-langkah guna menjaga warisan dunia ini, baik secara material maupun spiritual. Umat Hindu yang menjadi pewaris peradaban Hindu Nusantara mestinya secara aktif ikut berperan serta menjaga Prambanan dengan tetap menjadikannya pusat spiritual, yatra maupun pusat studi peradaban Hindu di Nusantara. Selain itu, riset-riset lanjutan terkait Babon Teologi Hindu Nusantara hendaknya dilanjutkan yang diperkaya dengan topik-topik lainnya sehingga Teologi Hindu Nusantara berkembang menjadi ilmu teologi yang mapan (*).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email