JEMBRANA-Organisasi Pasemetonan Manca Agung didirikan untuk membangun nettworking dan menjalankan bhisama Ida Bethara Lelangit Ida Dhalem Sri Aji Tegal Besung yakni agar selalu ingat bersembahyang di Pura Dalem Samprangan dan Pura Besakih, ingat dengan saudara agar selalu bersatu dengan sesama pratisentana (keturunan) Ida Dhalem Sri Aji Tegal Besung dan terus belajar susatra dan pustaka terkait dengan intisari ajaran Hindu dan pustaka tentang keutamaan dan kemuliaan ajaran leluhur. Demikian intisari yang mengemuka dari wejangan beberapa petinggi Manca Agung pada acara HUT III Manca Agung Kabupaten Jembrana dan Peresmian Pengurus Manca Agung di tiga kecamatan se Kabupaten Jembrana yang dipusatkan di Kedatuan I Dewa Putu Saputra, Br. Dajan Pangkung, Desa Yeh Kuning, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, Minggu, 18 September 2022.

Pengageng Manca Agung (MA) Kabupaten Jembrana, I Dewa Putu Mertayasa menyampaikan rasa hormat dan apresiasi atas kehadiran Prajuru Desa Adat Yeh Kuning, Prebekel, Pengageng Kreta Semaya Trah Dalem (KSTD) Kabupaten Jembrana, Kreta Semaya Warga Pande, Semeton Pengurus Arya Kuta Waringin dan seluruh undangan dalam acara tersebut.
Menurut I Dewa Putu Mertayasa, pratisentana (keturunan) Manca Agung di Jembrana sampai saat ini yang terdata paling banyak adalah warih I Dewa Gedong Artha berjumlah 1.040 KK, tersebar di lima kecamatan di Jembrana yakni Kecamatan Melaya (28 KK), Negara (619 KK), Pekutatan (41 KK), Jembrana (209 KK) dan Mendoyo (143 KK). Sedangkan pratisentana Manca Agung dari saudara-saudara I Dewa Gedong Artha sampai saat ini masih dalam pendataan. Namun yang jelas, di Kabupaten Jembrana kemungkinan juga ada warih I Dewa Anggungan, I Dewa Pagedangan, I Dewa Nusa dan I Dewa Bangli hanya saja perlu pendataan lebih intensif. Ia berharap kepada masyarakat yang memiliki informasi terkait asal-usul pratisentana Manca Agung agar dengan tulus ikhlas menyampaikannya kepada pengurus Manca Agung Kabupaten Jembrana atau kepada pengurus Manca Agung terdekat.
I Dewa Putu Mertayasa menambahkan, Prajuru Manca Agung Jembrana sedang dan terus melakukan sosialisasi tentang keberadaan Manca Agung guna menjalankan Bhisama Ida Bethara Lelangit dengan motto “Satya Nangun Swabawaning Rna”. Pengurus MA di 2 kecamatan yakni Pekutatan dan Melaya belum bisa dilantik karena pihaknya sedang mendata anggota di dua kecamatan tersebut. Menurut rencana, pihaknya bersama pengurus Manca Agung se Kabupaten Jembrana segera menyelenggarakan penataran pemangku se Jembrana sembari terus mensosialisasikan dan mempersatukan semeton Manca Agung di ujung Barat Pulau Bali ini.
Pengageng KSTD Kabupaten Jembrana, Dewa Made Mudiana menyatakan, keberadaan Manca Agung bermula dari Kreta Semaya Trah Dalem. Seingatnya, Manca Agung dirintis oleh Penglingsir Aji Kade Dana Wiguna, dan para penglingsir lainnya. Keberadaan Manca Agung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan Ida Dhalem Sri Aji Kresna Kepakisan dan saudara-saudara beliau seperti Ida Dalem Tarukan, sampai kepada Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung.

“Jangan pernah lupa kawitan. Jangan pula mengaku-ngaku trah Kstaria Dhalem. Kita harus tahu sejarah. Kalau tidak tahu, sebaiknyalah bertanya kepada beliau-beliau yang tahu. Pasti dikasi tahu” ujar Dewa Made Mudiana. Ia menjelaskan kata per kata dari motto pasemetonan Manca Agung “Satya Nangun Swabawaning Rna”. “Satya” artinya setia, berbhakti secara lahir bathin. “Nangun” artinya membangun, membangkitkan semangat persaudaraan. “Swabawaning Rna” artinya kewibawaan, kharisma, kautamaan dan kemuliaan.
Menurut pengamatannya selama ini sebagai Pengageng KSTD, warih (keturunan) Manca Agung sangat banyak tersebar di Kabupaten Jembrana. “Warih Ida I Dewa Anggunan ada di Nusa sakti, Nusa Sari. Warih I Dewa Nusa ada di Pengeragoan, namun sudah “nyineb wangsa” tanpa gelar I Dewa. Menurut sejarah, Ida I Dewa Tegal Besung pernah menjadi raja di Keraton Samprangan. Hanya fakta sejarah itu tidak banyak diungkap oleh para penulis sejarah. Namun demikian, ia mengajak semeton Manca Agung agar jangan pernah lelah mencari semeton. “Bersama saudara, haruslah saling memaklumi, saling memiliki. Jangan nginggilang raga (meninggi-niggikan diri) tapi harus nunggilang raga (mempersatukan diri). Walaupun sudah jelas sebagai keturunan Trah Dhalem, namun jangan merasa pula paling Dhalem agar jangan menjadi Dhalem Paling (halem Bingung).

Ketua Panitia Tahunan Manca Agung Tahun 2022. Sang Putu Eka Pertama didampingi oleh Sekretaris Panitia Tahunan, Ajung Dewa Anom mengaku salut kepada semeton Manca Agung di Jembrana. Ia menyampaikan salam hormat kepada para penglingsir dan senior Manca Agung Jembrana seperti : Ajung Saputra, Ajung Dana Wiguna, Aji Kade Catra, Dewa Made Swarda dan lainnya. Ia mengajak semeton Manca Agung untuk menjalankan pepatah “Mikul duur, mendem jero”. Setia kepada leluhur, keunggulan dan kemuliaan leluhur perlu didengung-dengungkan, tetapi kekurangannya jangan diungkapkan.
Manca Agung Kabupaten Jembrana telah memasuki usia 3 tahun (warsa kaping 3). “Semeton di Jembrana ini luar biasa. Walaupun kebanyakan perantauan. Tetapi sangat mengagungkan leluhurnya” ujarnya. Menurut pria yang juga General Manager The One Legian ini, tujuan ikut Manca Agung adalah untuk mengikatkan diri di dalam persaudaraan, membuat nettworking. “Berpolitik harus, tapi jangan berpolitik di pasemetonan (ingat praktek bhisama nomor 2, ingat kepada saudara).
Bhisama no. 1 : Eling ring leluhur yakni di Pura Besakih dan Pura Dalem Samprangan. Sesuai bhisama, linggih (stana) Ida Dhalem Sri Aji Tegal Besung ada di Meru Sunaring Jagat. Sejumlah pakar menyebut juga di Pura Batu Madeg. Eka Pertama mengajak semeton Manca Agung untuk melakukan gerakan yang berdampak. Maksudnya aksi atau gerakan yang memberikan manfaat positif bagi masyarakat. Karena itu, menurut Eka Pertama, kita mesti membangun nettworking (jaringan kerja). Menurutnya, membangun nettworking itu sangat penting karena setiap orang pasti suatu saat membutuhkan bantuan orang lain (semeton). “Ada semeton Manca Agung jadi pejabat, jadi anggota dewan, ini kan luar biasa dan menjadi kebanggaan bagi Manca Agung” ujarnya. Hormat kepada pratisentana (semeton) itu berarti salah satu bukti hormat kita kepada leluhur.
Terkait keihklasan berkorban dan pentingnya menjalankan kewajiban tanpa terikat hasilnya, Eka Pertama mengutip sloka Bhagawad Gita II.47 : Karmany evadhikaras te ma phalesu kadacana. Ma karma-phala-hetur bhur ma te sango‘stv akarmany yang artinya : Jalankan tugas dan kewajibanmu, jangan menghitung-hitung akibat atau hasilnya.

Pengageng-ageng Manca Agung Pusat, Prof. Dr. I Dewa Nyoman Oka, M.Pd kembali menjelaskan sejarah Manca Agung terkait dengan keberaaan dan kiprah Ida Dhalem Sri Aji Tegal Besung yang merupakan putra bungsu (Putra ke-5) dari Ida Dhalem Sri Aji Kresna Kepakisan. Ida Dhalem Sri Aji Tegal Besung menikah dengan Ni Luh Pande Pemaron kemudian menurunkan 5 putra yang disebut manca Agung. Kelima Putra beliau adalah I Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Anggungan, I Dewa Pagedangan dan I Dewa Bangli.
Menurut Prof. Oka, peran dan kiprah Ida Dhalem Sri Aji Tegal Besung sejak dahulu sangat sedikit ditulis di dalam sejarah. Dari beberapa buku yang ia baca, Ida Dhalem Samprangan 1386 wafat digantikan oleh Ida Dhalem Tegal Besung. “Beliau mendapat pulung keprabon menjadi raja ke-3 di Istana Samprangan”ujarnya. Sebenarnya sejak Tahun 1380 Ida Dalem Samprangan sudah tidak mau mengurus kerajaan karena saat itu Raja Samprangan memiliki istri muda, sehingga beliau saat itu mengabaikan tugasnya sebagai raja. Lalu salah satu orang keperayaan kerajaan yakni Arya Klapodhyana mengusulkan untuk mengganti raja. Arya Klapodhyana adalah saudara I Gst Ayu Kutawaringin. Tahun 1883 I Dewa Ketut Ngulesir menjadi raja di Gelgel bergelar Ida Dalem Smara Kepakisan. Sedangkan I Dewa Tegal Besung sudah duluan mendapat Pulung Keprabon dari Ida Dhalem Samprangan. Karena ada “matahari kembar” maka pada Tahun 1401 berasarkan hasil pertemuan di Keraton Majapahit, terjadilah rekonsiliasi. Ida Dalem Tegal Besung akhirnya berjiwa besar dan mengalah menjadi Yuwa Raja. Tahun 1443 Ida Dalem Smara Kepakisan wafat digantikan oleh Ida Dhalem Tegal Besung. Tahun 1460, putra dari Ida Dalem Smara Kepakisan yakni Dalem Waturenggong diangkat menjadi raja bergelar Ida Dhalem Sri Wijaya Waturenggong.
Menurutnya, Manca Agung dibentuk untuk menyetarakan semeton, tetapi juga bukan untuk meninggi-ninggikan diri dan merendahkan orang lain. Baginya, setiap orang yang ikut menjadi anggota Manca Agung yang didasari oleh keinginan dan kesadaran dari dalam diri, dengan demikian, ia tidak akan pernah surut dan lelah untuk mengabdi dan membesarkan Manca Agung. “MA tidak mencari anggota tapi semata-mata adalah ciri bhakti kepada leluhur sesuai motto : “Satya Nangun Swabawaning Rna” ujarnya. Menurut Prof. Oka, ikut di Manca Agung bukan transaksi antara pengurus dengan anggota. Tapi ini semata-mata tekad kita untuk bhakti kepada leluhur. Tujuan kita hanya mencari saudara” tegasnya. Ia berharap, semoga yang sudah ada di MA merasa nyaman. Tidak ada alasan untuk tidak hormat (apalagi lupa) kepada leluhur. Secara ilmiah kita bhakti kepada leluhur berarti memupuk kebiasaan baik. Salah satu implementasi dari bhisama adalah jangan pernah lupa dengan saudara.

Penglingsir Ageng Manca Agung Pusat, Ajung Kakiyang Putu Banjar bercerita tentang sejarah Manca Agung di Jembrana. Beliau pertama kali bertemu dengan I Dewa Soma. Kakiyang Banjar mengaku bangga sekarang di Manca Agung Jembrana sudah ada semeton yang bisa pembaca bhisama yakni Aji Kade Catra. Inilah regenerasi yang menurutnya perlu diteruskan. Sesuai bhisama Ida Bethara lelangit, Kakiyang banjar selalu berharap kepada semeton Manca Agung agar terus belajar Aksara Bali. Karena babad dan pustaka tinggalan leluhur itu semua ditulis dengan Aksara Bali. “Tahu babad harus tahu Aksara Bali. Tahu Babad tapi tidak tahu aksara Bali itu sama dengan nonsen” ujarnya. Oleh karenanya, beliau menyarankan sangat penting untuk terus belajar dan sering-sering berdiksusi dengan semeton.” Kosongkan wadah, agar bisa diisi. Jangan merasa sudah pintar, selalulah bertanya kepada yang sudah paham” saran sesepuh Tari Topeng ini.
Acara diawali dengan persembahyangan bersama di Merajan Agung ini berlangsung cukup meriah, diawali sambutan tuan rumah selaku panitia, I Dewa Putu Saputra dilanjutkan dengan penampilan koor para Istri Manca Agung Jembrana dan ditutup dengan hiburan Bondres yang cukup mengocok perut seluruh undangan yang hadir.

Pengurus Manca Agung 3 (tiga) kecamatan di Jembrana yang dilantik oleh Pengageng-ageng MA Pusat, Prof. I Dewa Nyoman Oka pada Minggu, 18 September 2022 adalah sebagai berikut :
MA Kecamatan Negara : Penglingsir : I Dewa Kade Catra, I Dewa Kade Sukarta, I Dewa Kade Amandika. Pengageng (Ketua) : I Dewa Ketut Wirawan; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Parhyangan : I Dewa Ketut Sukarma; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Pawongan : I Dewa Putu Mahakartika; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Palemahan : I Dewa Putu Pribawa. Penyarikan (Sekretaris) : I Dewa Kade Waspada; Wakil Penyarikan : I Gusti Putu Armada; Pengraksa (Bendahara) : I Dewa Kade Windana; Wakil Pengraksa : I Dewa Putu Alit.
MA Kecamatan Mendoyo : Penglingsir : I Dewa Ketut Jugaria, I Dewa Made Suarda. Pengageng (Ketua) : I Dewa Ketut Titayasa; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Parhyangan : I Dewa Kade Sandria; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Pawongan : I Dewa Ketut Wikananda; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Palemahan : I Dewa Putu Eka Mudiana. Penyarikan (Sekretaris) : I Dewa Made Susila; Wakil Penyarikan : I Dewa Ketut Arnaya; Pengraksa (Bendahara) : I Dewa Ketut Nestra; Wakil Pengraksa : I Dewa Ketut Agus Edi Arsana .
MA Kecamatan Jembrana : Penglingsir : Dewa Kade Sedana, Dewa Ketut Nester, Dewa Komang Suarta, Dewa Kade Kusuma Wijaya. Pengageng (Ketua) : Dewa Ketut Tarka; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Parhyangan : Dewa Kade Darma; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Pawongan : Dewa Komang Widaryana; Wakil Pengageng (Ketua) Bidang Palemahan : Dewa Putu Gde Wedhana. Penyarikan (Sekretaris) : I Dewa Putu Wardana; Wakil Penyarikan : I Dewa Komang Parwata; Pengraksa (Bendahara) : Dewa Bgs Kade Pani Permana Putra; Wakil Pengraksa : Dewa Putu Widiana. (*ram)