Komentar Tim Hukum PHDI Bali tentang Narasi ‘’Sweeping Sampradaya”
Narasi Bernada Menghasut Tak Layak Diucapkan di Pura

I Gede Harja Astawa, S.H

Viralnya video Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet (Ketua Umum Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Indonesia) saat berbicara di areal Pura Ulun Danu Batur, Bangli, Minggu, 5 Juni 2022, mendapat tanggapan berbagai pihak. Selain di medsos dan WAGroup, juga kalangan organisasi sangat menyesalkan narasi-narasi bernada menghasut diucapkan di Pura yang merupakan tempat suci umat Hindu. Tanggapan yang dikirim ke redaksi media ini, 13 Juni 2022 dilontarkan oleh Tim Hukum PHDI Bali, yang terdiri dari Gede Harja Astawa, S.H (Wakil Ketua), I Wayan Sukayasa, S.H (Sekretaris), I Made Rai Wirata, S.H (Wakil Sekretaris) dan anggota Tim Hukum, I Ketut Artana, S.H .

I Wayan Sukayasa, S.H (Sekretaris Tim Hukum PHDI Bali)

‘’Rasanya tidak sesuai dengan semangat menghormati Pura sebagai tempat suci, pemangku sebagai “jan banggul pengayah Ida Bhatara’’ dilibatkan dalam narasi-narasi provokatif seperti dilontarkan  Ida Sukahet tersebut. Ini patut sangat disesalkan dan hendaknya jangan diulang lagi. Mari kembali shanti, damai, sesuai tata-titi dan swadharma tokoh agama Hindu yang seharusnya, yang diwariskan oleh leluhur dalam keragaman dresta di Bali ini” ujar Tim Hukum PHDI Bali.  Menurut mereka, sudah ada SKB PHDI-MDA tertanggal 16 Desember 2021 tentang pembatasan pengembanan sampradaya asing di Bali, juga ada Rekomedasi Pasamuhan Agung Paruman Pandita PHDI se-Bali, tertanggal 10 Juni 2021, ada pencabutan SK Pengayoman sampradaya dan pencabutannya di AD/ART Mahasabha XII, ada Rekomendasi Komnas HAM RI tertanggal 27 Agustus 2021 tentang  Rekomendasi Komnas HAM RI Kasus Hak dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Yayasan ISKCON-Indonesia di Bali, yang seharusnya itulah yang ditindaklanjuti, baik oleh Gubernur yang merupakan orang nomor satu di Bali, dan sejumlah stakeholders pemerintahan di seluruh Bali, guna mencari solusi yang terbaik,’’ imbuhnya.

I Made Rai Wirata, S.H (Wakil Sekretaris Tim Hukum PHDI Bali)

Ida Sukahet yang menurut berita media sosial, hadir dalam Paruman untuk membuat Formatur Sabha Pemangku di Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022. Acara diadakan oleh Panitia yang melalui surat undangan yang menggunakan simbol terkesan seperti PHDI MLB (Parisada Hindu Dharma Indonesia versi Mahasabha Luar Biasa), dan Ida Sukahet adalah Dharma Kerta PHDI MLB. Surat undangan Panitia Paruman Pemangku tersebut menggunakan logo mirip logo milik PHDI yang sah hasil Mahasabha XII di Jakarta.

Ada pun narasi yang videonya beredar luas, Ida Sukahet menyatakan antara lain….‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau marek ke pura, tanya, apakah akan kembali ke dresta Bali, atau kah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih tityang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali……..dst’’

Ditanya tentang narasi Ida Sukahet di Pura Ulun Danu Batur dalam video yang transkripnya diungkap oleh ATNews dan kini luas beredar, Tim Hukum PHDI Bali menyatakan,’’Ucapan seperti itu tidak layak diucapkan oleh seorang tokoh yang memimpin FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), seorang yang mengaku sebagai tokoh agama dan budaya, yang mestinya membina, menyadarkan, mengedukasi.  Kata-kata “keluar dari Bali, kalau tidak bisa disadarkan dan tidak bisa dibina”, menurut Tim Hukum PHDI Bali, mengandung unsur provokasi, hasutan.  Ada kata pemanis dengan ucapan bahwa tindakan seperti “colek pamorin bukan untuk membenci” dan seterusnya,  tapi isinya seperti ajakan untuk men-sweeping dan mengusir keluar Bali yang justru bermuatan permusuhan,’’ kata Gede Harja dibenarkan oleh I Wayan Sukayasa, I Made Rai Wirata  dan I Ketut Artana.

I Ketut Artana, S.H
I Ketut Artana, S.H (Anggota Tim Hukum PHDI Bali)

‘’Bahkan kalau kita lebih dalam mengupas filosofi ajaran Dharma, tentang larangan untuk dilakukan di areal suci Pura, maka tidaklah tepat bagi siapa pun terlebih lagi seorang tokoh mengucapkan narasi-narasi provokatif di Pura.  Bisa cemer pura diperlakukan seperti itu. Pura itu tempat sembahyang, paruman yang paras-paros sarpa arnaya, yang harusnya mengedepankan suasana dan pikiran shanti, trikaya parisuda. Mari kita terapkan ajaran-ajaran leluhur dresta Bali itu dengan tindakan nyata, jangan sebaliknya,’’ imbuh Sukayasa.Sebagai Tim Hukum yang siap membantu PHDI dan umat Hindu, Sukayasa juga menambahkan bahwa unsur-unsur pidana dalam narasi Ida Sukahet itu bisa diinventarisir. Menurutnya, sebaiknya sebagai tokoh dan tahu hukum, janganlah memberi contoh yang tidak shanti.

 

Ada Unsur Pidana

Gede Harja Astawa dan Sukayasa menegaskan, menghasut ada dalam pasal 160 KUHP, memiliki arti mengajak, mendorong, membangkitkan atau membakar semangat orang agar melakukan sesuatu. Menurutnya, dalam kata “menghasut” tersebut tersampaikan tindakan yang dengan sengaja dilakukan. Menghasut merupakan kata yang lebih keras dibandingkan dengan membujuk, namun bukan dalam ranah yang memaksa. Menghasut bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Menghasut juga bisa dilakukan melalui lisan maupun tulisan. Jika dalam bentuk lisan, maka kejahatan tersebut bisa selesai ketika kata-kata tersebut sudah selesai diucapkan. Namun, jika sengaja menghasut orang lain dilakukan dalam bentuk tulisan, maka harus ditulis terlebih dulu untuk kemudian diperlihatkan pada publik.

I Gede Harja Astawa, S.H (Waki Ketua Tim Hukum PHDI Bali)

Menurut Gede Harja Astawa, dalam Pasal 160 KUHP, yang dimaksudkan dengan menghasut adalah seseorang yang di muka umum atau publik menggunakan lisan atau tulisan yang menghasut agar orang lain melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan pada penguasa umum atau tidak mengikuti ketentuan undang-undang atau pun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, maka akan diancam pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah.

‘’Coba dicermati kata demi kata dari narasi Ida Sukahet di Pura Ulun Danu Batur  itu, kalimat yang memenuhi unsur penghasutan, tidak sulit untuk mengenalinya. Tapi, sebagai tokoh, apalagi menjadi Penglingsir,  Ketua Umum Asosiasi  FKUB Indonesia, mari bicara shanti, pertimbangkan berbagai aspek dan lembaga yang tersangkut akibat pernyataan beliau. Tidak bisa memecahkan permasalahan seorang diri atau satu kelompok saja, betapa pun hebatnya,’’ imbuh Sukayasa (*Sumber : Press release yang dikirim oleh Sekretaris PHDI Bali).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email