Pedoman Pemanfaatan Candi Prambanan dari Ditjen Kebudayaan Kemenristek RI
Dinilai Normatif, Rumit, Perlu Aplikasi untuk Kelompok Kecil dan Perorangan

Candi Prambanan (Sumber : Google diunduh pada 7 Oktober pukul 10.52 Wita)

JAKARTA – Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI telah mengeluarkan Pedoman Pemanfaatan Candi Prambanan untuk kepentingan agama. Pedoman yang ditandatangni oleh Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid ini merupakan tindaklanjut dari Nota Kesepakatan antara empat Kementerian dan Dua Gubernur yang ditandatangani di Kantor Gubernur DI Yogyakarta pada 11 Pebruari 2022 lalu.

Empat Kementerian dan dua Gubernur yang menandatangani MoU itu adalah Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah  Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah  tentang Pemanfaatan Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon untuk Kepentingan Agama Umat Hindu dan Umat Buddha Indonesia serta Dunia.

Menindaklanjuti MoU itu, Direktorat Jenderal Kebudayaan telah menyusun Pedoman Pemanfaatan Candi Prambanan Untuk Kepentingan Agama. Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai panduan bagi para pemuka dan umat agama Hindu dalam menyelenggarakan peribadatan di Candi Prambanan.

Dalam Aturan Umum ada 15 persyaratan yang harus dipenuhi oleh umat Hindu agar bisa melakukan peribadatan di Candi Pambanan. Di antaranya adalah surat pemberitahuan dari Dirjen Bimas Hindu kepada Dirjen Kebudayaan, data lengkap ketua panitia pelaksana. dan sejumlah syarat teknis dan larangan.

Dokumen Suasana Candi Prambanan (Sumber: google, diunduh  pada 7 Okrober 2022 Pk. 10.55 Wita)

Areal Candi Prambanan terdiri dari halaman I, II dan II.   Halaman I  seluas 12.100 m²  dengan luas area ruang pemanfaatan 9.217 m².  Di sini  ada 16 candi yaitu: 1) Candi Utama: (a) Candi Brahma dengan luas tapak : 463,97 m²;  (b) Candi Siwa dengan luas tapak : 1156 m². Luas bilik utama (Siwa) : 44,43 m²;  Luas bilik Agastya : 7,39 m² Luas bilik Ganesha : 5,91 m² Luas bilik Durga Mahesasuramardini : 6,32 m²; (c) Candi Wisnu dengan luas tapak : 463,97 m².   2) Candi Wahana: a) Candi Garuda dengan luas tapak : 196 m²;  b) Candi Nandi dengan luas tapak : 240 m²;  c) Candi Angsa dengan luas tapak : 196 m² . 3) Candi Apit: a) Candi Apit Utara dengan luas tapak : 54,76 m² ; b) Candi Apit Selatan dengan luas tapak : 54,76 m²;  4) Candi Patok seluas 5,1 m² dengan 4 Candi yang letaknya di setiap sudut halaman I ;  5) Candi Kelir seluas 5,1 m² dengan  4 Candi yang letaknya di setiap muka gapura masuk halaman I.

Halaman II  seluas 49.284 m² dengan luas area ruang pemanfaatan 17.541,44 m².  Halaman II  ini dalam bentuk teras bertingkat dan membentuk pola segi empat yang terdiri dari 224 buah Candi perwara dengan arah hadap membelakangi halaman pusat.  Halaman III  seluas 152.100 m²  dengan luas area ruang pemanfaatan 90.716 m². Di Halaman III tidak ditemukan candi dan saat ini hanya menyisakan struktur Gapura Sisi Selatan dan sebagian pagarnya saja.

Aturan Khusus untuk Peribadatan

Pedoman untuk Peribadatan Kolektif : 1) Peribadatan di Halaman I dilakukan dengan peserta/umat paling banyak yaitu 108 orang, dan selebihnya dapat melaksanakan di Halaman III Zona 1 pada area Lapangan Garuda, Lapangan Brahma, Lapangan Wisnu, dan Lapangan Siwa; 2) Peserta kegiatan keagamaan yang berada di Halaman I diutamakan rohaniwan/pemuka/tokoh agama dan pengiring (pembawa sesaji); 3) Rohaniawan/pemuka/tokoh agama yang diizinkan memasuki pada masing-masing bangunan candi, yaitu: a) Candi Siwa : 7 orang b) Candi Brahma : 7 orang c) Candi Wisnu : 7 orang d) Candi Angsa : 3 orang e) Candi Garuda : 3 orang f) Candi Nandi : 3 orang.

Dalam pedoman itu ada sejumlah larangan yang tak boleh dilakukan.  Dilarang membuat altar sesaji di dalam bilik Candi dan halaman II;  makan di struktur candi, bangunan candi;  melumuri/memercikkan bahan/cairan berupa minyak dan/atau pewarna pada batu candi, arca;  memasang sarana pendukung. Diperkenankan membuat altar sesaji di Halaman I, dengan beberapa syarat: a) Bersifat non-permanen (knock down); b) Jumlah maksimal 1 unit altar; c) Ukuran maksimal altar: lebar 2 meter, panjang 6 meter, dan tinggi 1 meter; d) Buffer space (jarak altar dengan candi) 2 meter dari Ujung Tangga Candi Siwa; e) Altar untuk sesaji utama (bukan sesaji umat); dan f) Setelah selesai peribadatan, altar sesaji segera dibongkar dan dilarang meninggalkan sesaji serta dupa di area candi dan lingkungannya.

Peribadatan Perorangan adalah kegiatan peribadatan dengan jumlah peserta maksimal 5 orang. Peserta terlebih dahulu melapor kepada petugas di Pos Pengamanan; peribadatan perorangan dilakukan pada pukul 09.00 s.d. 11.00 WIB dan pukul 14.00 s.d. 16.00 WIB; dan  selama kegiatan berlangsung harus didampingi pegawai yang ditunjuk oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Arya Suharja, Ketua Tim Pencanangan Candi Prambanan sebagai Tempat Ibadah Umat Hindu Nusantara dan Dunia (sumber: google, diunduh pada 7 Okrober 2022 Pk. 10.53 Wita).

Menangapi keluarnya pedoman pemanfaatan Candi Prambanan, Ketua Tim Pencanangan Candi Prambanan sebagai Tempat Ibadah Umat Hindu Nusantara dan Dunia, Arya Suharja dihubungi di Denpasar, Kamis (6/10/2022) mengaku bersyukur atas keluarnya pedoman pemanfaatan Candi Prambanan sebagai tempat ibadah umat Hindu. Menurutnya, umat Hindu di seluruh Indonesia sangat menghargai dan berterima kasih, akhirnya peribadatan, sadhana dan kegiatan keagamaan lainnya di Candi Prambanan bisa dilaksanakan dengan tenang, khidmat dan punya legal standing kuat.

Arya Suharja  mencermati pedoman tersebut cenderung normatif dan kurang praktis, terutama bagi individu atau keluarga umat Hindu yang sewaktu-waktu  berkunjung untuk beribadah atau melaksanakan sadhana (tapa, brata, yoga, samadhi) di areal Candi.  Penilaian Arya Suharja didasari beberapa hal,  antara lain karena:

  1. Pedoman pemanfaatan masih normatif dan umum, rumit dan menyulitkan terutama bagi perorangan, keluarga atau rombongan kecil umat yang hendak beribadah dan sadhana sewaktu-waktu. Alangkah baiknya bila seluruh pemangku kepentingan membuat dan mengembangkan satu aplikasi sebagai saana sosialisasi prosedur, untuk reservasi kunjungan umat Hindu, sekaligus tata tertib kunjungan.
  2. Belum adanya kepastian tentang petugas khusus (PIC) dari unsur Ditjen Kebudayaan dan Kemenag yang bertugas sehari-hari (in-charge);
  3. Adanya keharusan beribadah ditemani oleh petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Kebudayaan;
  4. Belum dilaksanakannya renovasi terhadap Sanggar Pamujan yang altarnya membelakangi Siwagrha (Candi Prambanan).
  5. Belum jelasnya diskresi ticketing yang dikelola PT. Taman Wisata Candi (PT. TWC), Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko.
  6. Terhadap lima point tersebut, selaku umat Hindu, Arya berharap agar dilakukan koordinasi dan pembenahan secara bertahap, agar tujuan pemanfaatan dapat tercapai dengan berdaya guna dan berhasil guna. Arya menilai, pedoman pemanfaatan Candi Prambanan khusus untuk kunjungan tirtayatra umat dalam rombongan kecil, keluarga dan perorangan masih rumit, tidak praktis. Untuk itulah ia mengusulkan penggunaan aplikasi bagi (calon) umat Hindu yang akan mengunjungi Candi Prambanan. “Sebaiknya diterapkan Aplikasi digital yang bisa diakses, sehingga umat informed serta bisa mengisi (submit) sebelum berkunjung dan beribadah” sarannya. Jika tata laksana kunjungan telah dipahami, kemudian bisa diterbitkan QR Code. “Dengan menunjukkan QR Code, mereka (umat Hindu) yang mau berkunjung melakukan peribadatan bisa mengakses Candi untuk bersembahyang dan melaksanakan sadhana” imbuhnya (*).

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email