Sosialisasi Perubahan Prilaku dan Adaptasi Kebiasaan Baru

Ketua SSG Indonesia, Ir. IGP Suwitra menyerahkan kenang-kenangan kepada Pengurus SSG Denpasar

Kita sudah tahu bahwa, untuk mencegah menularnya pandemi Covid-19 dengan menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak). Fakta di dalam lapangan, masih ada masyarakat yang tidak mematuhinya. Mereka tahu tapi tidak mau disiplin. Misal, anaknya yang diajak naik kendaraan memakai masker, namun orang tuanya tidak memakai masker (masker ditaruh di kantong). Masih banyak masyarakat tidak percaya adanya pandemi Covid-19. Tapi, setelah tetangga, kerabat, bahkan dirinya sendiri terinfeksi mereka baru sadar. Rasa takut melebihi rasa sakitnya, lalu akan meningkat rasa takutnya sehingga baru mau disiplin mengikuti protokol kesehatan.

Relawan Sai Rescue (SR) dalam program Sai Study Group Indonesia (SSGI) menggelar Sarasehan Sosialisasi perubahan perilaku kepada komunitas Sai Study Group (SSG) dalam mewujudkan Bali era baru di masa pademi Covid-19 beberapa waktu lalu di Aula Prashanti Widya Sabha, Sai Center, Tegehkuri Denpasar. SSG adalah organisasi tempat mempelajari, mengkaji, menghayati dan mengamalkan ajaran dharma, kebaikan, kebenaran dan kesucian (Weda). SSG merupakan organisasi sosial spiritual yang sangat mendukung visi pemerintah Provinsi Bali saat ini, “Nangun Sat Kerthih Loka Bali”. Acara ini dihadiri oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, Drs. I Made Rentin, AP, M.Si, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, didampingi oleh Koordinator Sai Rescue SSG Denpasar, I Wayan Sujana, S.E. Hadir pula Komunitas Sai Green Denpasar dan para ibu Mahila SSG Denpasar. Tujuan sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan untuk menyayangi dan melayani sesama secara maksimal (Love All, Serve All) sekaligus mengenal lebih jauh tentang maksud dan tujuan Peraturan Gubernur Bali No 46 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dalam tatanan kehidupan Bali era baru.

Suasana sosialisasi perubahan perilaku menuju Bali era baru di SSG Denpasar

Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) adalah sejenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut virus Corona. Kasus pertama penyakit ini terjadi di Kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Setelah itu, Covid-19 menular antarmanusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hanya dalam beberapa bulan. Data per 24 Desember 2020, di Bali sebanyak 16.825 kasus terkonfirmasi positif. Dari jumlah itu sebanyak 15.355 orang (91,26 %) telah sembuh, 978 kasus aktif dan 492 orang (2,92 %) meninggal dunia.
Di Indonesia kasus pertama Covid-19 terjadi pada Maret 2020. Semenjak diumumkan terjadinya kasus 2 orang terpapar Covid-19 oleh Presiden Joko Widodo, pemerintah terus berupaya melakukan langkah-langkah mitigatif dan penanganan seoptimal mungkin agar virus ini tidak semakin menyebar dan membawa korban jiwa. Beragam pilihan kebijakan ditempuh untuk menghadang laju penyebaran, mulai dari penerapan physical distancing, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah yang terpetakan sebagai episentrum penyebaran. Pemerintah juga memberlakukan larangan mudik menjelang Idul Fitri dan larangan kegiatan berkerumun yang melibatkan banyak orang. Sebagai penyakit baru, banyak yang belum diketahui tentang pandemi Covid-19. Terlebih manusia cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah mengidap rasa takut. Perasaan bingung, cemas, dan takut yang kita rasakan dapat dipahami, tapi bukan berarti kita boleh berprasangka buruk pada penderita, perawat, keluarga, atau pun mereka yang tidak sakit tapi memiliki gejala yang mirip dengan Covid-19. Jika terus terpelihara di masyarakat, stigma sosial ini dapat membuat orang-orang menyembunyikan sakitnya supaya tidak didiskriminasi. Masyarakat sering mendapatkan berbagai berita negatif tentang penyakit ini meskipun data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan, kemungkinan sembuh penyakit ini adalah 97 persen. Stigmatisasi tersebut sangat berdampak terhadap imunitas seseorang yang terkait Covid-19 dan akan berpengaruh dalam proses penyembuhan pasien Covid-19. Kita harus tetap waspada karena di masyarakat ada terindikasi positif Covid-19 walaupun tidak terlihat adanya gejala terinfeksi. Cara penularannya pun bervariasi seperti melalui kontak fisik, Penularan bisa melalui percikan droplet (partikel kecil di udara yang dihirup), pemakaian sarana dan prasarana bersama dan lainnya. Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia selama sepuluh bulan terakhir tidak dipungkiri membawa pengaruh yang signifikan terhadap sektor perekonomian di semua lini. Pemberlakuan PSBB secara langsung atau pun tidak, telah berdampak pada sektor industri yang harus mengurangi biaya produksi dengan menutup pabrik, merumahkan karyawan, hingga melakukan PHK, sebagai upaya rasional dalam merespons penurunan jumlah permintaan dan pendapatan. Hal ini membawa efek domino seperti meningkatnya jumlah pengangguran dan penurunan kualitas hidup masyarakat. Pemerintah pun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit dari anggaran negara untuk menyediakan stimulus dalam rangka menopang berbagai sektor yang terdampak. Kondisi tersebut pada akhirnya membawa pemerintah Indonesia pada pemahaman untuk menerapkan kebijakan new normal atau tatanan kehidupan normal baru sebagai respons realistis terhadap eksistensi Covid-19 serta diperkuat dengan estimasi penemuan vaksin sebagai satu-satunya senjata untuk menanggulangi Covid-19 yang belum bisa ditemukan dalam waktu singkat karena masih dalam tahap pengembangan dan membutuhkan waktu untuk uji coba. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan tatanan kehidupan normal baru muncul sebagai kalkulasi rasional terhadap prakiraan kondisi ekonomi nasional, kompromi terhadap rentang waktu yang cukup lama hingga vaksin ditemukan, serta pemahaman realistis bahwa kemungkinan besar Covid-19 tidak akan pernah hilang dari muka bumi, sehingga masyarakat harus menjajaki kemungkinan untuk hidup berdampingan secara damai.
Melalui Adaptasi Kebiasaan Baru dimasa Pandemi Covid-19, kita harus mengenali diri sendiri, mengenali musuh, mengenali medan perang, dan berperang untuk menang. Kita harus meningkatkan iman sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing, kita harus tahu atau mengenali Covid-19 sebagai musuh yang harus kita hadapi sehingga kita tahu caranya untuk bisa menghadapinya dengan aman dan menang. Untuk mendorong perubahan perilaku yang diharapkan adalah dengan menerapkan iman, aman dan imun. Iman yang dimaksud yaitu menjaga ketaatan kepada Tuhan Yang Mahaesa, taat dan tekun berdoa. Aman yaitu dengan mematuhi protokol kesehatan sesuai 3M, sedangkan imun dilakukan dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh melalui gaya hidup sehat. Jadi dengan strategi penerapan itu kalau dipatuhi hasilnya kita terhindar dari Covid-19 dan bisa menekan banyak angka penularan Covid-19. Bukan hal mustahil angka penularan Covid-19 bisa menurun apabila masyarakat mendapatkan bekal edukasi yang benar. Kita harus mempersiapkan diri dengan senjata sebelum melawannya. Senjata itu baik berupa asupan nurisi yang terpenuhi dan bervariasi, olah raga secara teratur, istirahat yang cukup, dan melindungi diri dengan pengamanan/melakukan tindakan disiplin diri dengan protokol kesehatan (3M) sehingga cukup aman hidup berdampingan dengan Covid-19 dan menjadikan kita menang sebagaimana disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPBI) juga merangkap sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal Doni Monardo. (Dikompilasi oleh Nyoman Sridana).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email