DENPASAR – Syarat untuk mencapai sukses dalam bisnis, berani mengambil resiko, rajin berinovasi dan suka berbagi. Siapa pun, umat Hindu yang terjun dalam bisnis harus memiliki jiwa pelayanan dan selalu ingat hukum karma. Hal itu disampaikan oleh Ajik Krisna, pemilik 33 Outlet Krisna Oleh-Oleh saat menjadi narasumber utama dan berbagi tips sukses dalam seminar Pemantapan Kajian Sabha Walaka tentang Hasil Uji Publik Pedoman Membangun Ekonomi Berlandaskan Dharma dengan tajuk : “Dari Tatwa Agama ke Implementasi Dharma pada Kegiatan Ekonomi” di Gedung PHDI, Jumat, 26 Mei 2023. Seminar yang dihadiri oleh Dharma Adhyaksa PHDI, Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba; Ketum Pengurus Harian PHDI, Mayjen TNI (Pur) Wisnu Bawa Tenaya dan Ketua Sabha Walaka, Dr. Ir. JMA I Ketut Puspa Adnyana, M.TP ini berlangsung secara hybrid (daring dan luring).
Ajik Krisna dikenal sebagai pengusaha Bali yang sukses dengan brand Krisna Oleh-Oleh. Saat ini, Ajik telah sukses dengan 33 outlet Krisna dan segera membuka 3 outle baru di Jakarta dan Banyuwangi. Krisna Oleh-Oleh telah membina dan menggandeng 356 pengusaha UMKM dan bekerjasama dengan Krisna Oleh-Oleh. “Satu-satunya bisnis yang terus bertahan dan bahkan berinovasi saat Pandemi Covid-19 adalah Krisna” ujar Ajik Krisna. Selama masa pandemi, dan pengunjung sepi, Ajik justru pulang kampung ke Desa Pengulon, Seririt, Buleleng menanam kacang di atas lahan beberapa hektar. Separuh dari produksi kacangnya malah disumbangkan ke masyarakat. Sedangkan separuhnya lagi diolah dalam kemasan Kacang Ajik.
Dalam hal berbagi, Ajik menjalankan nasihat Pak Sidharta, tempatnya belajar ilmu bisnis yang dianggap sebagai “gurunya” bahwa hidup itu harus selalu berbagi. Ajik dikenal sebagai pengusaha yang sangat dermawan karena suka berbagi. Terbukti, lahan parkir di semua outlet Krisna diserahkan kepada warga sekitarnya untuk dikelola dan Ajik tidak mengambil keuntungan dari parkir. Sementara, itu tak kurang dari 1000 anak-anak disabilitas di Panti Asuhan setiap tahun diajak rekreasi ke kota-kota besar agar mereka bergembira. Pria yang hanya lulusan SMP ini telah membuktikan inovasinya dalam beberapa produk seperti : Pia Ajik dengan berbagai kombinasi, Minyak Ajik, Kacang Ajik, Pisang Ajik dan banyak lagi. Ajik Krisna adalah satu-satunya pengusaha yang tak punya bagian marketing dan tak pernah beriklan. Walau demikian, Krisna Oleh-Oleh justru di-endors oleh para artis papan atas. “ Hampir Sembilan puluh persen artis ibu kota kalau ke Bali pasti ke Krisna Oleh-Oleh, jadi merekalah yang mempromosikan bisnis saya” ujar pemilik nama asli : I Gusti Ngurah Anom ini.
Ketua Sabha Walaka, Dr. Ir. JMA I Ketut Puspa Adnyana, M.TP dalam sambutannya berharap, pengusaha sukses Ajik Krisna dan para narasumber dalam Tim Kajian Ekonomi dapat memberikan kiat-kiat suksesnya untuk menyempurnakan dan memantapkan Kajian Ekonomi Hindu PHDI yang akan diajukan kepada Sabha Pandita untuk menjadi Bhisama tentang Ekonomi Hindu.
Dharma Adhyaka PHDI, Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba dalam sambutannya menyitir Epos Ramayana : “Ksayan ikang papa, nahan prayojana, gumawe sukhan nikang kinkinira” yang artinya : tujuan kita menjelma adalah melenyapkan penderitaan dan membuat kesejahteraan. Oleh karena itu, setiap umat Hindu harus berani memulai usaha (bisnis), jika mengharapkan hasil. Beliau mengurai urusan hari-hari raya Hindu dan kaitannya dengan upaya membangun kesejahteraan umat. Menurut Ida Pedanda Bang, Hindu memiliki tujuan meraih kesejahteraan hidup yang disebut Panca Kreta yakni Kreta Raga, Kreta Warga, Kreta Desa, Kreta Negara dan Kreta Buwana. Beliau juga mengutip lima standar hidup sejahteran yakni 5 W yakni Wareg, Waras, Wastra, Wisma dan Wasita. Wareg artinya dapat memenuhi kebutuhan pangan sesuai kebutuhan fisik; Waras artinya mampu memenuhi kebutuhan kesehatan fisik dan non fisik; Wastra artinya mampu memenuhi kebutuhan sandang secara wajar. Wisma artinya mampu memenuhi kebutuhan papan atau perumahan yang sehat dan wajar; Wasita artinya mampu memenuhi kebutuhan bidang pendidikan dan seni budaya.
Narasumber lainnya, yang juga Tim Kajian Ekonomi Hindu di Sabha Walaka, Nyoman Ge Wiryanatha menjelaskan konsep ekonomi Hindu berlandaskan Dharma. Menurutnya, bisnis itu bisa disebut tumbuh dengan baik apabila memberikan manfaat kepada orang banyak. Ia menekankan pentingnya beberapa aspek dalam bisnis seperti : legalitas, skill, knowledge, attitude, values. Manurutnya, seorang pebisnis yang baik adalah seorang risk taker (pencari resiko). Namun, yang tidak kalah penting adalah budaya berbagi. “Gunakan 100 tangan untuk mengumpulkan harta dan dermakan dengan 1000 tangan” ujarnya.
Narasumber lainnya, KS. Arsana yang juga tim kajian ekonomi Hindu di Sabha Walaka, kembali mengingatkan bahwa Weda mengajarkan kepada setiap umat Hindu untuk menyebarkan pesan-pesan Dharma, terlebih lagi untuk Loka Samgraha (kesejahteraan bersama). Ia menyebut Loka Samgraha bukan sebatas fisik atau materi tetapi juga mental, budi, intelek dan spiritual. “Ekonomi Hindu itu menjawab Tri Sarira dan Atma (jiwa) yakni empat kebutuhan : Fisik, Mental, Intelek dan Spiritual” ujarnya. KS Arsana menekankan bahwa sentral gerakan ekonomi yang baik untuk membangun kesejahteraan bersama umat Hindu adalah Koperasi. Saat ini, pihaknya telah menginisiasi 80 an Koperasi Desa Adat di Sulawesi Tenggara. Koperasi ini nantinya menjadi Koperasi Komunitas dan pusat gerakan ekonomi umat Hindu. “Setiap umat Hindu wajib bertransaksi di Koperasi Komunias ini” ujar Arsana.
Pakar Ekonomi dan Keuangan Bali, Dr. I Gde Made Sadguna, S.E, MBA yang hadir secara langsung memberikan saran dan pandangan. Faktor kualitas SDM Hindu sangat penting dalam bisnis. Ia memberikan contoh, terkecuali Ajik Krisna, kebanyakan pengusaha Bali disiplinnya lemah, etikanya dan kejujurannya juga lemah. Padahal Hindu memiliki sumber-sumber nilai (values) yang bisa menjadi pedoman bisnis sebagaimana sering disampaikan dalam berbagai kesempatan. Oleh karena itulah, pihaknya merancang sistem ekonomi Komunal berbasis Desa Adat untuk masyarakat Bali yang dikenal dengan BUPDA (Baga Utsaha Padruwen Desa Adat). BUPDA ini akan dikolaborasikan dengan Labda Pacingkreman Desa (LPD) untuk mengelola ekonomi rakyat Bali dan mencegah kebocoran ekonomi. Yang bisa maksud kebocoran ekonomi menurut Sadguna adalah semakin banyak bahan upacara dan kebutuhan rakyat Bali harus didatangkan dari luar Bali sehingga nilai belanja orang Bali lebih besar daripada nilai pendapatannya. Nyoman Gde Wiryanatha sepakat bahwa landasan filosofi Koperasi adalah Loka Samgraha (membangun kesejahteraan bersama) dan keputusan tertinggi dalam Koperasi adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan pengurus harus tunduk pada hasil RAT.
Apa yang disampaikan Gde Made Sadguna bisa menjawab keprihatinan Drs. I Made Sutresna, M.A melalui daring yang mengatakan upacara di Bali sebagai Cakra Yadnya. Sayangnya, kata Made Sutresna, saat ini Cakra Yadnya yang putus di tengah jalan karena hampir sebuah bahan kebutuhan upaara didatangkan dari luar Bali. Sementara itu, I Nyoman Kormek, S.E, M.M melalui daring meminta KS Arsana tentang kiat-kiat untuk mengembangkan Koperasi Komunitas Hindu di Palu. Ia menyarankan agar menjadikan koperasi sebagai program kerja PHDI untuk membangun ekonomi umat Hindu melalui koperasi (*ram).