Polemik tentang International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) atau Hare Krishna (HK), yang mencuat sejak beberapa bulan lalu masih menyimpan bara api. Tuntutan untuk mengeluarkan HK dari Hindu terus bergulir.
Pesamuhan Sabha Pandita PHDI, 30 Juli 2021 lalu telah membuat keputusan penting yakni memerintahkan Pengurus Harian (PH) untuk mencabut surat pengayoman yang pernah dikeluarkan oleh Pengurus Harian PHDI kepada HK. Alhasil, Ketua Umum PH PHDI akhirnya mengeluarkan surat pencabutan surat pengayoman kepada HK.
Pihak-pihak yang menginginkan HK keluar dari Hindu melalui berbagai pertemuan terus mendesak PHDI Pusat agar pada Mahasabha XI Tahun 2021 ini mencabut Pasal 41 Anggaran Dasar PHDI yang memuat tentang pengayoman kepada sampradaya dan organisasi bernafaskan Hindu. Mencermati polemik yang berpotensi konflik ini, para pimpinan stakeholder yang tergabung di dalam tim lintas sektoral berusaha mencari solusi dengan mengumpulkan fakta-fakta di lapangan.
Tim Lintas Sektoral yang melibatkan Direktur Jenderal Bimas Hindu Tri Handoko Seto dan jajarannya, Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM), Rumadi Ahmad dari Kantor Staf Presiden (KSP), Wibowo Prasetyo, staf Khusus Menteri Agama RI turun ke Bali guna mengumpulkan fakta-fakta untuk merumuskan solusi terhadap polemik HK.
Dalam siaran pers yang diterima redaksi Craddha, Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI, Tri Handoko Seto, Rabu siang (11/8) menggelar dialog dengan Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Kantor MDA Provinsi Bali guna menggali informasi dan pokok perkara berbagai permasalahan yang dihadapi umat Hindu, khususnya polemik International Society for Krishna Consciousness (ISKCON). “Kita mau mendengarkan keseluruhan aspirasi dari masyarakat Hindu khususnya di Bali, agar solusi yang kita dapatkan nantinya benar-benar menjadi solusi yang terbaik dan terus menjadikan Bali sebagai barometer toleransi Indonesia” ungkap Tri Handoko Seto. Menurutnya, selama ini Ditjen Bimas Hindu Kemenag RI telah terus berkoordinasi secara aktif dengan berbagai lembaga pemerintah lainnya untuk menyusun skema penyelesaian permasalahan ISKCON.
Dialog itu juga melibatkan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Utusan Kantor Staf Presiden (KSP) dan Staf Khusus Menteri Agama RI. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara juga menanyakan secara langsung beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada MDA Bali. “Komnas HAM sebenarnya sudah menerima surat dan kajian dari MDA Bali, namun kami ingin lebih jauh berdialog mengetahui latar belakang dan perspektif soal kasus ISKCON ini” tuturnya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ketua MDA Bali yang diwakili oleh Wakil Bidang Kelembagaan SDM dan Pemerintahan, Made Wena mengatakan, gerakan yang dilakukan MDA Bali merupakan bagian dari keresahan masyarakat Hindu di Bali yang lekat dengan adat, tradisi, dan upakara. “Ada beberapa aktivitas dan pokok-pokok permasalahan yang secara langsung dan tidak langsung kami indikasikan menyinggung dan melecehkan tatanan beragama sesuai dengan ajaran Hindu khususnya Bali” ungkap Wena.
Pertemuan yang berlangsung 2 jam itu menghasilkan beberapa catatan penting di antaranya : selama proses pencarian solusi, setiap unsur kelembagaan bersama-sama mencegah terjadinya eskalasi nasional dan solusi yang akan dihadirkan harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan menjaga tatanan kehidupan beragama di Indonesia.
Dirjen Kunjungi Mpu Acharyananda
Sehari sebelumnya, Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Tri Handoko Seto mengunjungi Wakil Dharma Adyaksa Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharyananda Rabu (10/8/2021) di Griya Mumbul Sari, Gianyar.
Kunjungan itu bertujuan untuk meminta masukan dan arahan Ida Pandita Acharyananda terkait dengan polemik International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) di Bali. Kunjungan itu juga mengikutsertakan beberapa pejabat lembaga pemerintah seperti Beka Ulung Hapsara (Komisioner Komnas HAM), Rumadi Ahmad (Kantor Staf Presiden (KSP), Wibowo Prasetyo (Staf Khusus Menteri Agama RI). Ini merupakan bentuk keseriusan Dirjen Bimas Hindu dalam merumuskan solusi yang komprehensif. “Selain aspek keagamaan, kami juga mempertimbangkan aspek hukum, HAM, dan juga tatanan sosial kemasyarakatan agar kiranya konflik ini tidak berdampak jauh lebih luas bagi umat Hindu kita“ ungkap Tri Handoko Seto.
Menanggapi hal tersebut Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda berpesan agar negara benar-benar hadir secara serius menjadi penuntun dalam penyelesaian konflik horizontal ISKCON di tengah-tengah umat Hindu Indonesia. “Negara harus hadir untuk melindungi warga negaranya, jangan mendiamkan terlalu lama konflik ini, agar tidak berkepanjangan” ungkapnya.
Tim Sambangi Polda Bali, Kodam IX/Udayana, Pemprov Bali
Tim Lintas Sektoral sambangi Polda Bali, Kodam IX/Udayana dan Pemprov Bali pada Kamis (12/8/2021).
Sedangkan dalam pertemuan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Tri Handoko Seto menyampaikan rencana penetapan Tahun 2022 sebagai Tahun Toleransi oleh Presiden Joko Widodo dan mengajak Pemda Bali dapat berkontribusi menyukseskan program tersebut. “Dalam permasalahan ini, kita harus bergerak bersama, melibatkan berbagai tokoh masyarakat dengan mengedepankan ruang dialog dan mediasi agar dalam wacana Tahun Toleransi 2022, Bali tetap menjadi salah satu barometernya toleransi Indonesia” ungkap Tri Handoko.
Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra menyatakan sepakat bahwa mediasi dan dialog adalah langkah yang paling bijak untuk ditempuh dalam upaya meminimalisir potensi konflik berkepanjangan. “Setelah pra-pengkondisian konflik, kita upayakan adanya mediasi yang melibatkan para pihak. Langkah ini paling memungkinkan untuk mencegah konflik yang berkepanjangan” tutur Sekda Dewa Indra.(*)