Oleh: Luh Irma Susanthi, S.Sos, M.Pd *)
***
PERJUANGAN hidup seseorang memberi pelajaran untuk merefleksikan dirinya agar paham tentang hakikat kelahiran sebagai proses perjalanan Sang Roh. Menurut pandangan Hindu, setiap kelahiran manusia memiliki empat bekal kehidupan yang disebut Catur Bekal Numadi. Keempat bekal itu adalah suka, duka, lara, pati. Setiap manusia akan menua dan pada saatnya nanti, pasti mati. Namun, belakangan, semakin banyak orang justru mencari mati sebelum saatnya. Fenomena itu disebut Ulah Pati. Beragam cara dilakukan orang untuk Ulah Pati itu. Ada dengan cara gantung diri, menceburkan diri ke jurang atau bangunan tinggi, minum racun, menusuk diri, sengaja ugal-ugalan di jalan raya hingga mengalami kecelakaan dan sebagainya. Mengapa fenomena Ulah Pati justru menjadi tren?
Mari merenung sejenak untuk menjawab teka-teki dan mistri hidup ini secara tepat. Pengetahuan dan pemahaman terhadap kelahiran adalah langkah sederhana. Kelahiran itu sendiri menurut Hindu menyimpan sejuta makna. Hanya saja pemahaman setiap orang tentang kelahiran pasti berbeda-beda. Pengetahuan tentang konsep dan pemahaman Agama Hindu itu penting bagi setiap pemeluknya. Sejatinya, belajar tentang Hindu bukan sebatas sembahyang, yoga, meditasi, tirthayatra, beracara (mebanten) dan sebagainya. Belajar Hindu itu termasuk belajar selalu mensyukuri nafas (Bahasa Bali : angkihan) yang dikaruniai Hyang Widhi sehingga kita bisa hidup. Inilah langkah awal meskipun sederhana, tetapi berdampak besar bagi sebuah penghormatan terhadap kehidupan. Hidup kita penuh pasang-surut, terkadang bahkan seringkali ekspektasi atau harapan (das sollen) tidak sesuai dengan realita atau kenyataan (das sein). Itulah kenapa kita penting menjaga hati dan kesadaran.
Hati dalam pandangan Hindu disebut dengan Padma Hredaya, tempat bersemayam Sang Hyang Atma, sebagai Sang pemberi kehidupan yang memberi warna dan arah hidup manusia. Pustaka Suci Lontar Parasara Dharmasastra menyebutkan, orang yang melakukan Ulah Pati, rohnya akan terkurung dalam kegelapan di alam Neraka selama 60.000 tahun. Bayangkan, betapa ini sangat seram dan menakutkan. Bila setiap penganut Hindu paham betapa maha berat dan dahsyatnya hukuman itu, maka semestinya setiap penganut Hindu berpikir seribu kali untuk Ulah Pati. Itulah kenapa leluhur kita terdahulu selalu memberi pembelajaran agar kita selalu menjaga hati (keep your heart)
Salah satu contoh pelajaran sederhana dari tetua kita. Setiap bangun pagi sebelum matahari terbit, kita diajarkan, mengawali hari dengan berjalan kaki, menghirup udara segar bahkan tetua kita berjalan dengan beban di pundaknya. Di jaman dahulu, tetua kita selalu berdamai dengan dirinya, membuka ruang hati dan ikhlas (lascarya nekeng saking tuas) untuk menerima karunia Tuhan. Simpel, tetapi memberi makna luar biasa untuk selalu merefleksi hati dengan belajar bersyukur betapa mulianya kelahiran sebagai manusia. Pustaka Suci Sarasamuccaya Sloka 2 menyiratkan tentang keutamaan hidup sebagai manusia di antara ciptaan Tuhan lainnya. Lahir sebagai manusia sungguh utama dan mulia. Karunia idep (Bahasa Bali : papineh) adalah anugerah Hyang Widhi. Gunakanlah idep sebaik-baiknya sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta. Gagal merefleksikan hati adalah bentuk penolakan dan ketidakmampuan seseorang dalam memaknai kelahiran dan kehidupan.
Hindu mengajarkan kita berlatih sejak dini untuk menjaga idep, terus menyempurnakan diri melalui proses belajar, selalu bersyukur. Kita diajarkan mensyyukuri setiap keadaan, percaya dan shukuri betapa banyak hal yang berharga dan berkualitas yang kita miliki dan menanti kita. Ibarat latihan senam pagi, menoleh ke samping kanan, kiri, atas bawah, untuk mengasah kesadaran kita. Latihan itu penting setiap saat, tatkala kita senang, sedih, terpuruk bahkan sudah kehilangan arah hidup sekali pun. Manusia memiliki subconscious mind (pikiran bawah sadar) dan pikiran sadar.
Latihan Pranayama (pernafasan) adalah teknik tercepat sebagai alarm mendamaikan hati. Ingat ajaran Agama Hindu tentang hukum Karmaphala dan tiada cobaan yang ada di luar kendali manusia. Tingkatkan Sradha dan Bhakti dengan latihan terkecil dalam proses yang tepat, alur yang singkat untuk kesehatan mental agar kuat penuh vibrasi spiritual. Langkah sederhana ini adalah kontribusi yang luar biasa untuk memaknai hidup dan betapa indahnya hati yang penuh syukur atas karunia Sang Pencipta yang disebut Padma Hredaya.
Terkait kasus Ulah Pati (bunuh diri), data di Pusat Informasi Kriminal Nasional atau Pusiknas Polri, kasus bunuh diri pada Tahun 2023 tercatat 1.228 kasus, naik 42,75% dibandingkan Tahun 2022 yang hanya 902 kasus. Bali berada di peringkat 3 dengan 135 kasus. Namun, bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Bali yang hanya 4,3 juta jiwa, maka tingkat bunuh diri di Bali tergolong tertinggi di Indonesia. Dokter spesialis kejiwaan atau psikiater RSUP Prof. Ngoerah, Dr. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, Sp.KJ membeberkan dua penyebab tingginya bunuh diri di Pulau Dewata yakni faktor biologis dan psikososial. Hal senada dikatakan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa RS Prima Medika, dr. Monica Joy R. Sp.KJ. Penyebab lainnya adalah skizofrenia atau gangguan jiwa berat. Sosial media juga disebutkan sebagai pemicu orang mengalami depresi yang berujung pada bunuh diri.
Salah satu kasus bunuh diri dua bersaudara, kakak beradik di Jembatan Tukad Bangkung, Badung Utara pada akhir Mei 2024 lalu menjadi indikasi bahwa kepedulian sosial dari keluarga inti dan masyarakat adat sudah jauh berkurang. Berbagai kesulitan yang dialami oleh kakak beradik seolah-olah tidak berusaha dicarikan solusinya oleh masyarakat terdekat padahal Bali dikenal memiliki ikatan sosial yang sangat erat karena keberadaan desa adat.
Akademisi UNHI Denpasar, Dr. I Gusti Ketut Widana menyebutkan perubahan sosial masyarakat Bali diduga menjadi pemicu tingginya angka bunuh diri karena masa remaja adalah masa perubahan, masa pembentukan identitas, membangun harga diri dan menjalin hubungan diri. Belajar dari kasus-kasus itulah, betapa pentingnya penganut Hindu menghargai hakikat nafas yang diberikan Tuhan kepada. Salah satu cara mengolah nafas adalah latihan yoga dan meditasi.
Yoga menurut Pustaka Suci Ghanapati Tatwa adalah jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Jalan meditasi dan yoga mampu memberikan kontribusi positif bagi penekunnya yaitu timbulnya rasa cinta dalam diri. Ketika kita mampu mencintai diri-sendiri, maka akan mampu mencintai sesama dan semua ciptaan Tuhan. Pustaka Suci Sarasamuscaya Sloka 50 menyebutkan, yoga adalah latihan mendasar atas rasa syukur bahwa kelahiran kita memiliki misi penting dalam menuntaskan Karma masing-masing. Melalui latihan yoga, sirkulasi darah akan semakin lancer dan seimbang sehingga olah pikiran juga selaras. Latihan yoga dan meditasi memberi ruang agar pikiran-pikiran sampah punah dan menjadi pikiran cerah yang terasah. Teknik Pranayama (mengatur nafas) dalam yoga akan menjadikan hidup kita lebih terarah tanpa harus mengalami kebingungan dalam menemukan hakikat kesadaran diri. Sebagai penganut Hindu yang diajarkan mampu memantapkan hati dalam menjalankan ajaran agama melalui kesederhaan berpikir, marilah kita selalu mengasah wiweka (kebijaksanaan) kita agar selalu terarah dalam melakoni setiap irama kehidupan sebagai proses pembelajaran diri.
Pustaka Suci Bhagawad Gita 5.2 memberikan isyarat kehidupan bahwa jalan karma yoga diharapkan mampu mengendalikan ego kita dan mengarahkan semua hasil pekerjaannya hanya untuk Tuhan. Yoga memberi nilai positif bagi tubuh, baik jasmani dan rohani. Jika saja setiap orang mampu mempraktekkan yoga dan meditasi, maka ini diyakini akan dapat menekan angka Ulah Pati (bunuh diri). Olehnya, mari kita pahami hakikat yoga dan meditasi sebagai bentuk aplikasi olah nafas seraya menyadari betapa pentingnya kehidupan yang terarah dan terasah agar selalu cerah dan mampu selalu mensyukuri setiap situasi dan kondisi (*, Penulis adalah Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng).